Hadiah yang Tak Pernah Usang

Indah sekali ketika rasa benci itu hilang dari dada. Tidak ada rasa dengki dan iri, dan yang tersisa adalah cinta. Memberi hadiah merupakan salah satu perantara cinta dan penghilang rasa benci, sebagaimana yang disabdakan Mabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

 

تَهَادَوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ وَلاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ شِقَّ فِرْسِن شَاةٍ

“Hendaknya kalian saling memberi hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan kebencian yang ada dalam dada. Janganlah seorang wanita meremehkan arti suatu hadiah yang ia berikan kepada tetangganya, walau hanya berupa kaki kambing.”(HR. At-Tirmidzi)

 

Hadiah bisa menjadi sarana agar seorang dapat saling mencintai. Karena dalam memberi hadiah terjadi interaksi antara pemberi dan penerima, maka hubungan antara keduanya akan semakin akrab. Kekakuan yang ada, menjadi lunak dan akhirnya mencair. Serta rasa benci yang tesimpan pada akhirnya akan terkikis.

 

Memberikan hadiah merupakan perkara yang dianjurkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shabatnya juga terbiasa untuk saling memberikan hadiah. Hadiah tersebut tidak harus berupa materi atau harta dari kekayaan mereka. Sebagaimana dalam sebuah hadits dikisahkan: ‘Abdur Rahmân bin Abi Lailâ rahimahullah mengatakan: Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu menjumpaiku, lalu Ka’ab berkata, ‘Maukah kamu aku beri hadiah yang aku dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?. Maka, aku (Abdur Rahman) menjawab, “Ya. Hadiahkanlah itu kepadaku”. Kemudian Ka’ab berkata, “Kami bertanya kepada Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Wahai Rasûlullâh, bagaimanakah mengucapkan shalawat kepada engkau wahai Ahlul Bait? (Karena) sesungguhnya Allâh Ta’ala telah mengajarkan kepada kami untuk mengucapkan salam kepada (engkau)’.

 

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ucapkanlah oleh kalian

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.”

 

Kisah di atas menunjukkan bahwa ilmu yang diajarkan oleh Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengenai bacaan shalawat, bagi seorang Ka’b radhiyallahu ‘anhu  adalah hadiah istimewa untuk saudaranya, yaitu ‘Abdur Rahmân rahimahullah. Maka begitulah yang dilakukan para pendahulu kita, hadiah yang dimaksud bukanlah hadiah berupa materi duniawi, namun ia adalah hadiah berharga berupa ilmu.

 

Oleh karena itu, cobalah kita berusaha meniru apa yang telah dicontohkan mereka. Meski mungkin ilmu kita tak banyak, maka kita tetap perlu mencobanya. Minimal menyampaikan apa yang telah kita baca atau kita dengar. Sebagaimana ketika kita membaca nasihat pendek maka sampaikan pada yang lain di media sosial, atau kita membacakan catatan kajian kepada saudari kita yang berhalangan hadir, atau juga kita dapat memberikan hadiah berupa buku kepada saudari kita. Maka itu semua adalah hadiah berharga yang dapat kita persembahkan untuk saudari kita.

 

Sebuah hadits yang dapat memberikan motivasi kepada kita untuk mengamalkan perbuatan di atas, diantaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهْمْ شَيْئًا

“Barang siapa yang mengajak pada petunjuk yang lurus, maka baginya pahala sebanyak pahala orang-orang yang mengikutinya”. (HR. Muslim).

 

Sungguh ini adalah tawaran yang menakjubkan. Allah menjanjikan balasan yang begitu besar. Selain itu, disebutkan pula dalam hadits shahih yang sudah masyhur di antara kita, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

 

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]

 

Dan pada riwayat yang lain, Ibnu Majah menyampaikan dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلاَثٌ : وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ وَصَدَقَةٌ تَجْرِي يَبْلُغُهُ أَجْرُهَا وَعِلْمٌ يُعْمَلُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ

“Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya adalah tiga perkara: anak shalih yang mendo’akannya, shadaqah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya, dan ilmu yang diamalkan orang setelah (kematian) nya”.

 

Dan cobalah kita bayangkan, pahala berupa ilmu yang bermanfaat ternyata tak berhenti begitu saja. Pahala itu dapat tetap mengalir meskipun pemberi hadiah itu telah tiada. Buku yang kita hadiahkan untuk saudari kita, boleh jadi dia akan semakin kusut, catatan kajian yang bacakan untuk saudari kita boleh jadi akan memudar tintanya, atau nasihat yang kita sebar melalui media sosial boleh jadi akan tertimbun tulisan lain, namun ketika itu menjadi sarana bagi saudari kita dalam mengarahkan pada jalan yang lurus, maka semoga itu adalah hadiah yang tak pernah usang. Karena pahalanya mengalir disaat kita masih di dunia atau ketika kita telah meninggalkannya, In syaa`a Allahu Ta’ala.

 

Wallahu ta’ala a’lam.

Tentang Administrator Mahad

Cek Juga

KOK BERAT..?

Bulan ramadhan adalah bulan yang dilipat-gandakan amal.. Namun sebagian orang merasa berat untuk melaksanakan amal …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *