Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Saudariku, kehidupan di dunia ini adalah kehidupan pertama setelah kita dilahirkan, dan kita akan mengalami kehidupan kedua setelah kematian. Kehidupan yang merupakan masa pertanggungjawaban kita atas kehidupan pertama. Setelah Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla untuk dimulainya hisab, maka diantara prosesi yang Allah akan tegakkan adalah hukum qishaash (قصاص ), dimana akan ada pembalasan yang setimpal dengan apa yang telah dilakukan di dunia.

Wahai saudariku, telah menjadi keyakinan kita bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Adil, dan menjadi kaidah bahwa ketika Allah menetapkan sifat untuk diri-Nya, maka Allah mengharamkan sifat kebalikannya untuk diri-Nya. Artinya, Allah mengharamkan sifat zhalim (lawan dari adil). Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi yang artinya :

يَا عِبَادِي إِنِّـي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي و جَعَلْتُهُ بَيْنَكُم مُحَرَّماً فَلا تَظَالَمُوا

“Wahai hamba-hamba-Ku, Sesungguhnya Aku mengharamkan diriku berbuat zhalim dan Aku juga mengharamkan hal itu ada di antara kalian. Maka, janganlah kalian saling berbuat zhalim” [HR. Muslim].

Dan Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam bersabda,

الظلم ظلمات يوم القيامة

(artinya) : “ Kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” [HR. Bukhari dan Muslim].

Lalu, apa yang dimaksud dengan zhalim? Dan apa hubungannya dengan qishaash yang Allah tegakkan?

Dalam bahasa Arab, zhalim ; meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Asal kata zhalim adalah kejahatan dan melampaui batas, dan juga menyimpang dari keseimbangan. [An-Nihayah fi Gharibil Hadits, bab Azh-Zha’ ma‘a Al-La]. Sehingga perbuatan makhluk terhadap makhluk lain yang mengakibatkan salah satunya menjadi tidak ridha terhadap perbuatan yang diperlakukan padanya, maka hal ini termasuk perbuatan zhalim.

Kezhaliman ada banyak bentuknya, diantaranya :

1. Berbuat zhalim pada diri sendiri, dengan melakukan perbuatan dosa dan kemaksiatan, seperti yang Allah sebutkan dalam [QS. At-Taubah : 36 ]

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ

(artinya) “ … janganlah kalian menzhalimi diri-diri kalian pada bulan-bulan haram itu (dengan melakukan kemaksiatan) ….”

2. Kezhaliman seseorang pada saudaranya, misalnya : menyakiti tubuh saudaranya, menggibahi saudaranya, tidak menunaikan hak-hak saudaranya, menjatuhkan kehormatan saudaranya, merampas hartanya. Maka mari cermati muamalah kita dengan saudara-saudara kita, sudahkah kita menunaikan hak-hak mereka, membuat mereka merasa nyaman dan tidak dirugikan atas keberadaan kita? Sudahkah kita melaksanakan piket-piket yang merupakan kewajiban kita? Sudahkah? Karena hak dan kewajiban itu sangat rawan dengan perbuatan zhalim, maka marilah kita saling mengingatkan dan memperbaiki diri,

3. Mengubah perkara yang Allah syariatkan, yang dibawa oleh Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam, hal ini bermakna bahwa melakukan hal yang bukan merupakan syariat Allah (perkara yang tidak berdalil, baca bid’ah) juga merupakan perbuatan zhalim. Allah memperingatkan kita dalam firman-Nya [QS. Al Maidah : 45]

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

(artinya) “ Barangsiapa yang tidak mau berhukum dengan hukum yang Allah turunkan maka mereka itulah orang-orang yang zhalim”, karena kembali pada makna zhalim yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya

4. Menzhalimi hewan, Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

(artinya)“Ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati, si wanita masuk neraka karenanya. Kucing itu tidak diberinya makanan, tidak diberinya minum, tidak pula dilepaskannya hingga bisa memakan hewan yang ada di tanah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

5. Membedakan manusia dalam penerapan hukum berdasarkan status sosial, sebagaimana sabda Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam mengenai umat terdahulu.

إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ قَطَعُوهُ

(artinya) “Hanyalah yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ketidakadilan mereka, di mana bila ada orang mulia di kalangan mereka yang mencuri, mereka biarkan (tidak diberi sangsi hukum), namun bila yang mencuri itu orang yang lemah, mereka tegakkan hukum had padanya.” [HR. Ahmad, dishahihkan dalam Shahihul Jami`].

Maka kita berlindung kepada Allah agar di jauhkan dari berbuat zhalim, dan dimudahkan dalam menunaikan setiap kewajiban kita. Karena bahaya pelaku zhalim di hari kiamat sangat besar. Dalam hukum qishaash yang Allah Ta’ala tegakkan setiap perbuatan zhalim kita akan dibalas dengan perbuatan yang setimpal.

Setimpal dengan cara bagaimana? Yaitu dengan tukar menukar pahala dan dosa, karena di hari itu sudah tidak ada gunanya lagi meminta maaf, sehingga Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

(artinya) “Barangsiapa yang telah melakukan kezhaliman terhadap saudaranya (muslim), berupa pelanggaran terhadap kehormatannya atau selainnya, hendaknya dia meminta kehalalan dari saudaranya (dimaafkan) pada hari ini (sekarang), sebelum tidak ada lagi dinar atau dirham (Hari Akhir)”. [HR. Al-Bukhari].

Pelaku zhalim akan mentransfer pahala kebaikannya pada yang dizhalimi, sebagai hukum qishaashnya, dan apabila belum cukup maka ia akan mendapat transfer dosa dari yang dizhalimi, seperti sabda Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam, (artinya) “Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzhalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezhalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzhalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”. [HR. Muslim].

Maka menjadi penting untuk diketahui cara-cara apa yang dapat membantu kita agar terhindar dari perbuatan zhalim, diantaranya :

Bertaqwa kepada Allah Ta’ala, dengan taqwa seorang hamba akan menahan dirinya dari melanggar batasan-batasan Allah, dan menahan diri seperti ini perlu ilmu mengenai Allah, ilmu ma’rifatullaah sehingga kita menjadi lebih menyadari bahwa Allah bersama kita di setiap waktu dengan keilmuan-Nya
Tawadhu’/rendah hati, adalah obat kezhaliman, sedangkan sombong adalah penyebabnya. Perlu latihan dan pemaksaan diri memang, agar diri dapat bersikap tawadhu’.
Memotivasi diri dengan meraih apa yang Allah janjikan pada orang yang adil, dalam sabda Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa ada 7 golongan yang mendapat naungan Allah, di hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, salah satunya adalah pemimpin yang adil [HR. Muslim].
dan memohon pertolongan kepada Allah Jalla wa ‘Ala agar dihindarkan dari perbuatan zhalim dan dimudahkan dalam menunaikan hak-hak saudara kita.

Maka, marilah saudari-saudariku kita memperbaiki diri, mengevaluasi cara kita bermuamalah dengan saudara-saudara kita yang lain. Mari berusaha mengamalkan setiap ilmu yang kita dapat untuk menjadi hamba yang lebih baik di hadapan Allah dan baik terhadap setiap makhluk-Nya. Dan marilah kita mengencangkan semangat kita untuk mendatangi taman-taman surga dunia, yaitu majelis ilmu, agar kita semakin tahu tentang Rabb kita, dan semakin tahu perbuatan apa yang harus kita perbaiki. Bukankah kita ingin nama-nama kita disebut dalam doa-doa para malaikat, semua penduduk bumi dan bahkan ikan-ikan di lautan, untuk dimintakan ampun pada Allah? Wallahul Musta’an, Wallahu Ta’ala a’lam bish-shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *