Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:
“Orang yang berpuasa adalah orang yang anggota badannya berpuasa dari dosa-dosa.
lisannya berpuasa dari kedustaan, kekejian, dan penipuan.
Perutnya berpuasa dari makanan dan minuman.
Kemaluannya berpuasa dari tindakan keji.
Sehingga bila berbicara; dia tidak berbicara dengan sesuatu yang dapat menodai puasanya, dan apabila berbuat; dia tidak berbuat sesuatu yang dapat merusak puasanya.
Sehingga semua perkataannya bermanfaat dan baik, begitu pula amal-amalnya.
Dia seperti bau yang dicium oleh orang yang duduk bersama orang yang membawa parfum misik.
Begitu pula orang yang duduk bersama orang yang berpuasa, dia akan mendapatkan manfaat dari duduk bersamanya, dia juga akan selamat saat duduk bersamanya dari kata tipuan, kedustaan, kekejian dan kezaliman.
Inilah puasa yang disyariatkan, bukan hanya sekedar menahan diri dari makanan dan minuman…
Jadi, puasa adalah puasanya anggota badan dari dosa dan puasanya perut dari makanan dan minuman.
Maka, sebagaimana makanan dan minuman bisa membatalkan puasa dan merusaknya, begitu pula dosa bisa membatalkan pahalanya dan merusak buahnya, sehingga dia seperti orang yang tidak berpuasa.”
[Alwabilush Shoyyib, hal 32-32]
Ustadz DR. Musyaffa’ Ad Dariny MA, حفظه الله تعالى
da1906150928