Pembahasan ini merujuk kepada kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى
KAIDAH SEBELUMNYA (KE-53) bisa di baca di SINI
=======
? Kaidah yang ke 54 ?
?? Peniadaan itu pada asalnya :
– meniadakan keberadaan,
– kemudian meniadakan keabsahan,
– kemudian meniadakan kesempurnaan.
Perhatikanlah tingkatan ini.
Dalam bahasa arab, peniadaan itu biasanya dimulai dengan لا (Laa)atau ما (Maa) yang artinya tidak ada. Bila kita menemukan ucapan peniadaan, maka perhatikanlah tingkatan tadi. Yaitu:
⚉ PERTAMA: pada asalnya peniadaan itu wajib dibawa kepada makna meniadakan keberadaan. Contohnya ucapan:
لا خالق إلا الله
“Tidak ada pencipta selain Allah.” Kata ‘Laa’ dalam kalimat tersebut bermakna TIDAK ADA.
⚉ KEDUA: Bila tidak mungkin dibawa kepada makna meniadakan keberadaan, maka wajib dibawa kepada meniadakan keabsahan. Contohnya :
لا صلاة لمنفرد خلف الصف
“Tidak sah sholat orang yang berdiri sendirian di belakang shoff.”
Kata ‘Laa’ dalam hadits tersebut tidak mungkin dibawa kepada makna tidak ada, maka dibawa makna yang kedua yaitu TIDAK SAH.
⚉ KETIGA: Bila tidak mungkin dibawa kepada makna meniadakan keabsahan atau karena adanya dalil, maka dibawa kepada meniadakan kesempurnaan.
Contohnya:
لا صلاة بحضرة الطعام ولا هو يدافعه الأخبثان
“Tidak sempurna sholat ketika makanan telah tersaji, tidak juga ketika menahan buang air.”
Hadits tersebut bermakna tidak sempurna, karena sholat dalam keadaan makanan telah tersaji hanya berhubungan dengan ke khusyu’an, sedangkan ke khusyu’an bukan rukun sholat.
.
.
Wallahu a’lam ?
.
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى.
.
Dari kitab “Syarah Mandzumah Ushul Fiqih“, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al’Utsaimin, رحمه الله تعالى.
.
.
Silahkan bergabung di Telegram Channel dan Facebook Page:
https://t.me/kaidah_ushul_fiqih
https://www.facebook.com/kaidah.ushul.fiqih/
.
KAIDAH USHUL FIQIH – Daftar Isi LENGKAP