Muhammad bin Sirin adalah seorang ulama besar yang berprofesi sebagai seorang saudagarakan tetapi pada akhir hayatnya, beliau ditimpa pailit dan terlilit hutang sebesar 30 ribu dirham, sehingga beliau dipenjara. Beliau baru terbebas dari penjara setelah salah seorang putranya yang bernama Abdullah melunasi piutangnya. Lantas apa pengakuan beliau dengan musibah yang menimpanya, apakah beliau serta merta menyalahkan orang lain, berdalih dengan keadaan atau situasi yang tidak menguntungkan? Ternyata beliau sungguh berjiwa besar dan merupakan figur pengusaha sejati.

Beliau berkata, “Sesungguhnya aku tahu penyebab aku dililit piutang yaitu ucapanku kepada seseorang 40 tahun silam, “wahai orang pailit”. Tatkala kisah pengalaman ini sampai ketelinga Abu Sulaiman Ad Darani ia berkata :” Dosa-dosa mereka itu begitu sedikit, sehingga mereka mengetahui dari mana mereka ditimpa petaka, sedangkan kita dosa begitu banyak, maka tidak heran bila kita tidak tahu dosa manakah yang menyebabkan kita ditimpa musibah.” (Hilyatul Auliya‘ oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani 2/271).

Perkara hutang memang seringkali terjadi diantara manusia sehingga bisa menyebabkan perselisihan dan terputusnya ukhuwah islamiyah. Sebuah fenomena menyedihkan ketika seseorang tidak bisa melunasi hutangnya kemudian dia banyak beralasan untuk menutupi kesalahanya. Begitu pula orang yang mau menagih nya karena itu merupakan haknya terkadang merasa segan karena berkali-kali dihubugi tidak ada respon positif bahkan berganti nomor hp hingga keberadaannya sulit dilacak lagi. Kesan meremehkan hutang merupakan musibah yang terkadang menimpa orang-orang islam hingga mereka merasa biasa saja dan tidak merasa malu bahkan seolah menunda-nunda pelunasan meskipun mereka sebenarnya mampu. Menunaikan hutang yang merupakan kewajibanya merupakan bukti nyata ia seorang mukmin yang amanah dan menepati janji. Lalai dalam membayar hutang bisa digolongkan orang yang memakan harta orang lain dengan cara batil dan haram.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik dalam menunaikan haknya“. (HR Bukhari no.2182).

Sejak awal berhutang seseorang hendaknya memiliki niat untuk bisa melunasinya. Azzam yang kuat ini merupkan wujud kesediaan orang yang berhutang sekaligus do’anya agar Allah memudahkan dalam pembayaran hutangnya.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apabila seorang muslim berkaitan dengan suatu hutang dan Allah mengetahui bahwa dia hendak melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk melunasinya di dunia” (HR Ibnu Majah no.2408, Ath Thabrani no. 19558, dan Ahmad no. 26859 tanpa lafazh di dunia, syu’aib al Arnauth berkata, ” hadits ini shohih berdasarkan syawahid).

Hendaknya pula si penghutang bersikap bijaksana seperti memberi toleransi waktu dan bersikap arif serta memahami kondisi orang yang berhutang. Bahkan orang yang membayarkan hutang orang lain atau menghapuskan hutang akan diberi balasan oleh Allah ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barang siapa yang ingin diselamatkan dari azab di hari qiamat maka hendaklah dia meringankan beban orang yang kesulitan atau membebaskan hutangnya” (HR Muslim).

Ali bin Al Husain datang menjenguk Muhammad bin Usamah binYazid ketika dia sedang menderita sakit, lalu Muhammad menangis Ali hutang, “mengapa engkau menangis?” Muhammad menjawab: “saya masih mempunyai hutang. Ali bertanya, “Berapa Jumlahnya? “Dia menjawab, sekian belas ribu dinar”. Ali berkata: “Biar saya yang menanggungnya”(As Siyar 4/394).

Diriwayatkan bahwa Nasruq mempunyai banyak hutang. Pada waktu itu, saudara dia, Ubait Samah juga mempunyai hutang kepada orang lain. Nasruq pergi untuk melunasi hutang Ubait Samah tanpa sepengetahuan Ubait Samah. Pada saat yang sama Ubait Samah juga melunasi hutang Nasruq tanpa diketahui olehnya (Al Ihya 2/189).

Doa agar mampu melunasi hutang:

اَلَّهُمَ اكْفِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rizki – Mu yang halal dari yang haram dan dengan keutamaan – Mu, jadikanlah aku tidak membutuhkan kepada selain diri – Mu” (Riwayat At – Tirmidzi 5/560).

اَلَّهُمَ إِنِيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ اْلهَمِّ وَاْلحَزَنِ وَاْلعَجْزِ وَاْلكَسَلِ، وَاْلبُخْلِ وَاْلجُبْنِ وَظَلَعِ الرَّيْنِ وَ غَلَبَةِ الرِّجَالِ

Ya Allah, aku berlindung kepada – Mu dari kegelisahan dan kesedihan, dari sifat lemah dan malas, dari sifat bakhil dan pengecut, dan dari beban hutang yang berat dan penindasan orang lain” (Riwayat Al – Bukhari 7/158)

Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *