Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahullahu Ta’ala Pertanyaan:
Apakah ilmu yang dibutuhkan oleh juru dakwah yang mengajak umat kepada Allah Ta’ala, (yaitu dalam) amar ma’ruf nahi munkar?
Jawaban:
Seorang juru dakwah yang mengajak kepada Allah Ta’ala dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar haruslah memiliki (bekal) ilmu (agama), berdasarkan firman Allah Ta’ala,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS. Yusuf [12]: 108)
(Yang dimaksud dengan) ilmu di sini adalah perkataan Allah Ta’ala dalam Al Qur’an dan juga perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sunnah yang shahih. Setiap juru dakwah wajib perhatian terhadap keduanya, yaitu Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah. Sehingga dia mengetaui perintah dan larangan Allah Ta’ala. Juga dia mengetahui bagaimana jalan (metode) yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum dalam berdakwah menyeru kepada Allah Muahmuahmuahmuah dan mengingkari kemunkaran.
Hal ini bisa diraih dengan mempelajari kitab-kitab hadits, disertai dengan perhatian terhadap Al-Qur’an Al-Karim. Juga dengan mempelajari perkataan para ulama dalam masalah ini. (Karena) para ulama telah berbicara dan menjelaskan panjang lebar masalah ini.
Wajib bagi orang-orang yang meniti jalan ini untuk memperhatikan hal ini sehingga (dia berdakwah) di atas cahaya petunjuk dari kitabullah dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga dia meletakkan sesuatu sesuai tempatnya. Dia meletakkan dakwah yang baik ini dan juga amar ma’ruf pada tempatnya, yaitu di atas ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata). Jangan sampai terjadi, seorang juru dakwah mengingkari kemungkaran dengan (menimbulkan) kemungkaran yang lebih besar. Atau jangan sampai dia menyerukan kebaikan (amar ma’ruf), namun kemudian timbul kemungkaran yang lebih parah dibandingkan jika perkara kebaikan yang dia dakwahkan tadi ditinggalkan (oleh masyarakat).
Maksudnya, hendaknya dia memiliki ilmu sehingga dia bisa menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
***
Selesai diterjemahkan di pagi hari, Rotterdam NL 24 Dzulqa’dah 1438/17 Agustus 2017
Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,
Penerjemah: Muhammad Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or
Referensi:
Diterjemahkan dari: https://binbaz.org.sa/fatawa/68