Ghibah adalah menyebut sesuatu yang saudaranya benci jika mendengarnya ketika saudaranya sedang tidak ada di majelis itu[1] misalnya aib fisik atau keluarganya.
Meskipun ghibah adalah fakta tetapi termasuk dosa besar sebagaimana makan bangkai saudaranya[2], jika kebohongan maka termasuk fitnah
Ghibah tidak mesti dengan ucapan, bisa juga dengan isyarat, misalnya isyarat tangan, kedipan mata ekspresi wajah[3]
Jika sudah terlanjur melakukan ghibah kepada saudaranya maka cara bertaubatnya dengan rincian berikut:
[1] Jika ghibah tersebut sudah tersebar luas dan diketahui oleh saudaranya
Maka meminta maaf langsung kepada saudaranya. Artinya saudaranya sudah tahu ialah pelaku ghibah tersebut, karena dosa sesama manusia tidak akan terhapus kecuali kita meminta dimaafkan[4]
Kemudian sebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi tadi di majelis yang ia ghibahi[5]
[2] Jika ghibah belum tersebar dan belum diketahui oleh saudaranya
Ada dua pendapat ulama:
Pertama: Jika dighibahi terkenal sebagai pemaaf dan baik, maka tetap meminta maaf dan menjelaskan kita telah melakukan ghibah
Kedua: Tidak perlu meminta maaf, tetapi memohonkan ampun untuknya[6] dan menyebut kebaikannya
Pendapat terkuat adalah pendapat kedua TIDAK PERLU meminta maaf inilah yang dijelaskan oleh syaikh Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
أصحهما أنه لا يعلمه أني اغتبتك
“Pendapat terkuat dari dua pendapat adalah tidak perlu memberitahukannya bahwa “aku telah menghibahimu”[7]
Dengan alasan:
1) Meskipun dia terkenal pemaaaf, jika tahu telah dighibahi bisa jadi ia marah karena beratnya aib pada ghibah tersebut
2) Akan menimbul perasaan “tidak enak” atau bahkan permusahan
3) Akan menimbulkan buruk sangka “jangan-jangan ada ghibah lainnya yang ia lakukan” atau “orang ini sering menghibahi aku”
Demikian semoga bermanfaat.
@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com