Penerima Nadzar

Penerima nadzar keta’atan sesuai dengan apa yang telah diniatkan oleh pengucapnya, sesuai dengan batasan-batasan yang ada dalam syari’at, apabila ketika bernadzar dengan daging dan lainnya dia niatkan untuk fakir miskin, maka dia sendiri tidak boleh memakannya.

Apabila niat yang dia nadzarkan adalah keluarga, pendamping ataupun teman-temannya, maka dia boleh untuk ikut makan bersama, karena dia termasuk salah seorang darinya.

Barang siapa yang mencampurkan dalam nadzarnya antara keta’atan dan maksiat, maka dia berkewajiban untuk melaksanakan keta’atannya dan meninggalkan maksiatnya.

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah, tiba-tiba beliau melihat seseorang yang sedang berdiri, maka beliaupun bertanya tentangnya, lalu dijawab oleh para sahabat: itu adalah Abu Israil yang bernadzar untuk berdiri dengan tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara dan berpuasa. Maka berkatalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

مُرْهُ فَلْيَتَكَلَّّمْ، وَلْيَسْتَظِلَّ, وَلْيَقْعُدْ، وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ.  أخرجه البخاري.

Perintahkan dia untuk berbicara, berteduh, duduk dan menyempurnakan puasanya” HR. Bukhori[1].

 

Hukum seseorang yang bernadzar puasa beberapa hari namun bertabrakan dengan hari raya (lebaran)

Dari Ziad bin Jubair dia berkata: suatu waktu saya sedang bersama Ibnu Umar, lalu dia ditanya oleh seseorang: saya bernadzar untuk selalu berpuasa pada hari selasa atau rabu seumur hidupku, dan saya bertemu dengan iedul adha, maka dijawab oleh Ibnu Umar: sesungguhnya Allah memerintahkan untuk melaksanakan nadzar dan melarang kita untuk berpuasa pada hari lebaran, orang tersebut mengulangi lagi pertanyaannya dan Ibnu Umarpun tetap menjawab dengan jawaban yang sama, tanpa menambahkan apa-apa sedikitpun. Muttafaq Alaihi[2].

 

Riwayat Bukhori no (6704). [1]

Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori no (6706), lafadz ini darinya dan Muslim no (1139). [2]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *