Mungkin kita pernah mendengar ada orang yang bernazdar

“Kalau Lulus Ujian, saya akan berjalan 5 km”

“Kalau tim sepakbola Indonesia menang, saya akan potong rambut.”

Ini termasuk nadzar melaksanakan hal yang mubah (bejalan dan potong rambut hukumnya mubah), ini tidak wajib ditunai dan jika memilih tidak ditunaikan maka ia membayar kafarah. Berbeda halnya jika bernadzar melaksanakan ketaatan maka ia wajib menunaikan nadzar tersebut. Karena nadzar itu hanya ketaatan kepada Allah

Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ نَذْرَ إِلاَّ فِيمَا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ

Tidak ada nadzar kecuali (pada ibadah) untuk mengharap wajah Allah[1]

 

Kafarah nadzar sama dengan kafarah sumpah.

Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِيْنِ.

“Kaffarah nadzar adalah dengan kaffarah sumpah.”[2]

 

Kafarah sumpah/nadzar ada 3 pilihan (boleh memilih):

[1] Memberi makan 10 orang miskin (bisa dikumpulkan 10 orang dan dikasi jamuan makan semuanya)

[2] Memberikan pakaian 10 orang miskin

[3] Membebaskan budak

[4] Jika tidak mampu dari 3 pilihan tersebut, maka puasa selama 3 hari

(lihat Al-Maidah ayat: 89)

 

Mengenai nadzar ada rinciannya:

1. Jika bernadzar melakukan ketaatan maka hukumnya wajib ia tunaikan dan berdosa jika dilanggar serta harus membayar kafarah

Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ

Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut.[3]

2. Jika bernadzar dalam hal kemaksiatan maka tidak boleh dilaksanakan dan hanya membayar kafarah sumpah saja

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ نَذْرَ فِي مَعْصِيَةٍ وَكَفَّارَتُهُ كَفَّارَةُ الْيَمِيْنِ.

“Tidak boleh nadzar dalam kemaksiatan, dan dendanya sebagaimana denda (pembatalan) sumpah.”[4]

3. Jika bernadzar dalam kesyirikan maka tidak sah nadzarnya dan tidak boleh ditunaikan serta tidak ada kafarah. Pelakunya harus bertaubat karena telah melakukan syirik kecil

 

@Markaz YPIA, Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *