Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid
Soal:
Tolong jelaskan kepada kami, apakah ghibah (menggunjing) kepada non muslim sama seperti ghibah kepada seorang muslim?
Jawab:
Alhamdulillah..
Pertama, mengucapkan kejelekan dengan lisannya bukanlah akhlak seorang muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلا اللَّعَّانِ وَلا الْفَاحِشِ وَلا الْبَذِيءِ
“Muslim bukanlah seorang yang banyak mencela, melaknat, berkata jorok dan jelek.” (HR. Tirmidzi dan beliau berkata, “hadits hasan gharib”, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Albani).
Barangsiapa yang sering melakukan suatu perbuatan maka lambat laun perbuatan tersebut akan menjadi kebiasaan, maka hendaknya seorang muslim menjauhi pintu-pintu kejelekan baik yang besar maupun kecil, barangsiapa yang mendekati tempat terlarang maka ia dikhawatirkan akan terjatuh kedalamnya.
Kedua, Jika pertanyaan tentang ghibah kepada non muslim ini terkait dengan menyebutkan aib fisik seperti hidungnya yang panjang atau mulutnya yang lebar dan semisalnya maka tinggalkanlah hal ini karena ini ada penghinaan kepada makhluk Allah. Adapun jika ghibah ini terkait dengan menyinggung akhlak buruk yang ia tampakkan seperti zina dan perbuatan dosa, minum minuman memabukkan, atau dalam rangka memperingatkan manusia dari kejelekannya maka hal ini tidak mengapa.
Sepantasnya engkau harus memperhatikan perkataan para ulama dalam perkara ini, diantaranya:
Zakariya al-Anshari berkata, “Haram melakukan ghibah kepada seorang kafir jika ia adalah kafir dzimmi, karena didalamnya ada sikap membuat mereka enggan membayar jizyah dan ghibah ini adalah bentuk tidak menunaikan hak mereka sebagai orang yang mendapat jaminan keamanan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَمَّعَ ذِمِّيًّا وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ
“Barangsiapa mengucapkan sesuatu yang menyakiti ahlu dzimmah maka neraka pantas untuknya.” (Hadits Riwayat Ibnu Hibban dalam shahihnya).
Ghibah hukumnya boleh jika untuk seorang kafir harbi (yang memerangi islam), karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Hassan untuk mencela orang-orang musyrik. (Asna Al-Mathalib Ma’a Hasyiyatihi, Juz 3 Halaman 116).
Ahmad bin Hajar bin Al-Haitami dalam kitab az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair jilid ke 2 Halaman 27 berkata, “Al-Ghazali ditanya dalam fatwa beliau tentang ghibah kepada orang kafir, beliau berkata, ‘Berkaitan dengan hak seorang muslim, ghibah diharamkan karena tiga sebab, Menyakiti, Meremehkan makhluk Allah, karena Allah lah yang menciptakan perbuatan hamba, yang ketiga menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat.’ Beliau berkata kembali, ‘Yang pertama haram, kedua makruh dan yang ketiga menyelisihi yang lebih utama’. ”Adapun kafir dzimmi (kafir yang mendapat jaminan keamanan), maka keadaannya seperti kepada seorang muslim, tidak boleh menyakiti mereka, karena syariat menjamin kehormatan, darah dan harta mereka, beliau berkata dalam kitab al-Khadim, ‘Pendapat pertama itulah yang benar.’ Diriwatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan sesuatu yang menyakiti orang Yahudi dan Nashrani maka neraka pantas untuknya”.
Makna “samma’ahu” adalah memperdengarkan kepadanya sesuatu yang menyakiti. Aku tidak meneruskan pembahasan ini karena sudah jelas dalil tentang keharamannya.
Al-Ghazali berkata, “Kafir Harbi, ghibah kepada mereka tidak diharamkan, adapun kelompok kedua dan ketiga hukumnya makruh. Pelaku bid’ah yang sampai derajat kafir maka kedudukannya seperti kafir harbi, jika tidak, maka seperti perlakuan kepada muslim. Adapun menyebutkan bid’ah mereka itu tidak mengapa. Ibnu Mundzir berkata tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Ghibah itu) menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang tidak ia sukai”, maka dalam hadits ini ada dalil bahwa bolehnya ghibah kepada siapa saja yang bukan saudara (karena ikatan islam), yaitu Yahudi, Nashrani, seluruh penganut agama lain, atau seorang yang bid’ahnya mengeluarkannya dari islam.”