Bismillaah, Alhamdulillaahi Rabbil’alamiin, segala puji syukur selalu kita panjatkan kepada Allah, Rabbul ‘alamiin, atas nikmat keimanan (khususnya) yang masih ada di dalam hati kita, sehingga Dia masih memberi kita kesempatan untuk saling menasihati dalam kebaikan dan menguatkan dalam keimanan.
Wal hamdulillaah yaa akhawat! Kita hidup di era modern, zaman dimana gadget tak asing lagi, zaman dimana semua serba cepat dan online, segala informasi dapat dengan cepat diketahui. Namun sadarkah bila semua itu adalah ujian? Ujian keimanan kita? Bagaimana tidak? Di zaman berbasis internet ini, segala informasi dapat dengan mudah keluar masuk otak kita, dan tanpa sadar merasuk dalam hati, dan akhirnya berusaha menjadikannya sebagai jati diri, na’udzubillaah!
Betapa banyak anak muda zaman sekarang yang sudah demam K-POP, berapa banyak anak remaja yang sudah demam gaya-gaya orang barat? Mulai dari gaya bahasa, cara bergaul, tontonan favorit, makanan dan minuman favorit, bahkan sampai pada tren model cara berpakaian yang ke-barat-barat-an. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Kemajuan zaman berbanding lurus dengan peningkatan fitnah. Fitnah kini kian menakutkan. Betapa tidak? Di luar rumah, banyak perempuan dan laki-laki tak kenal lagi batas pergaulan, boncengan ke sana ke mari, padahal bukan mahram! Perempuan dan laki-laki bersendau gurau bersama, bak sesama jenis, tak pandang perbedaan gender lagi! Perempuan dan laki-laki sudah tak kenal mana batasan aurat mereka! Belum lagi di kampus, yang sarat akan ikhtilath (campur-baur_red) dan kemaksiatan. Itulah, fenomena yang banyak terjadi di masyarakat kita.
Yaa akhawat, dimana perbedaan kita dengan mereka? Yaa akhawat, bukankah mengamalkan Sunnah itu berpahala? Bukankah mengamalkan Sunnah itu bagian dari dakwah? Bukankah mengamalkan Sunnah itu mengingatkan kita pada kekasih kita, menguatkan kecintaan kita padanya (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam)? Tegarlah yaa akhawat, mari bentengi diri dengan ilmu, karena hanya dengan ilmu kita bisa membuat filter diri yang kokoh di tengah zaman penuh fitnah ini.
Ingatlah….
Ketika dunia luar penuh akan aurat yang diumbar,
Jadilah mutiara indah yang terbungkus oleh balutan pakaian syar’i yang lebar dan longgar,
Ketika di dunia luar kata-kata tak pantas terdengar dimana-mana,
Jadilah muslimah yang bibirnya yang berusaha selalu basah dengan kalimat thayyibah!
Ketika di dunia luar ikhtilat banyak terjadi,
Jadilah mawar berduri yang tak setiap orang bisa memetik bunganya,
Ketika fitnah dunia luar semakin menggebu,
Jadilah bambu kuning di tengah hutan bambu!
Yang tetap tegar mengamalkan Sunnah, dan berakhlaq karimah,
Karena kau tak sendirian…!
Bukan salah zaman yang telah berubah modern, dan bukanlah hal yang tepat jika kita berlepas diri sepenuhnya dengan modernitas, karena tidak dipungkiri zaman modern turut berperan dalam tersebarnya dakwah Sunnah, wal hamdulillaah. Namun, kita harus menjadi muslimah berjatidiri sunni. Muslimah yang bijak, yang mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, muslimah yang mampu menempatkan diri dan berakhlaqul karimah di tengah fitnah, muslimah yang tegar, bak bambu kuning di tengah hutan bambu. Dan menjadi muslimah seperti itu bukanlah hal instan, tapi perlu ilmu, kesabaran, dan keistiqomahan. Jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam saja memperbanyak memanjatkan doa ini :
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
‘Ya Muqollibal Quluubi Tsabbit Qolbiy ‘Alaa Diinika’.
Artinya: “Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu” (HR. At-Tirmidzi no.3522, imam Ahmad IV/302, Al-Hakim I/525. Lihat Shohih Sunan At-Tirmidzi no.2792)
Maka bagaimana lagi dengan kita??