Kemarahan adalah sumber dari segala keburukan. Karena itulah Nabi kita berpesan pada seseorang yang meminta nasehat beliau agar tidak marah.
Marah yang tidak terkontrol menjadi sebab segala macam petaka yang membawa penyesalan di belakang hari. Karena marah suami istri bercerai, anak, orang, karib kerabat putus hubungan, hubungan antar jiran berantakan, bahkan karena marah nyawa melayang dan darahpun bisa tertumpah.
Nabi yang mulia memerintahkan dalam hadis beliau yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Bazzar dari hadis Ibnu Abbas dan disahihkan syeikh Al-Albani dalam silsilahnya:
وإذا غضبَ أحدكُم فليسكُت
“Apabila salah seorang kalian dalam kondisi marah maka diamlah..!”
Kebanyakan manusia dalam kondisi marah (kecuali yang dirahmati Allah dan mereka ini sedikit) tidak stabil dalam berkata-kata.
Bila dirinya tidak mampu diam akan keluarlah segala caci maki, kata-kata kasar, kotor, keji, tak peduli siapa yang dia hadapi, mau sahabat, teman dekat, orang tua, guru, lebih dari itu ia akan nekat mencela pihak yang berwewenang, merendahkan pejabat dan aparat bahkan nekat menentang Allah dan Rasul-Nya serta berkata-kata kufur.
Biasanya, setelah kemarahan mereda, kan muncul buah penyesalan yang berkepanjangan, dan terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib, yang kadang berujung jadi penghuni tetap “Hotel Prodeo” dipolisikan dan di bui bertahun-tahun.
Karena marah ada yang nekat menghina agama, merendahkan ajaran Nabi, bahkan menentang Allah, menyepelekan neraka-Nya, menghinakan surga-Nya.
Terakhir, orang kuat itu bukanlah orang yang hebat dikala bertarung, mudah menjatuhkan lawannya, orang kuat itu hakikatnya adalah orang yang mampu menahan dirinya dikala kemarahan dapat dia tumpahkan.
———
Ditulis oleh,
Ustadz Abu Fairuz Ahmad Ridwan MA, حفظه الله تعالى