Tak salah bila pepatah nenek moyang kita dulu menyatakan dengan tegas ”mulut kamu harimau kamu” yang artinya, bahwa mulutmu yang tidak kau kontrol dapat menjadi penyebab utama kebinasaanmu bagaikan harimau yang siap memangsamu dan mencabik-cabik dirimu.
Tidak salah juga jika nenek moyang kita sebagai bangsa yang terhormat dan berbudi pekerti yang tinggi mengajari kita dengan ungkapan ”fikir dahulu pendapatan sesal kemudian tiada berguna”
Berapa banyak korban dari buas dan kejinya mulut yang tidak dipikirkan matang-matang sebelum diucapkan, menghantarkan manusia ke dalam jeruji besi, menjadi sebab peperangan dan pertumpahan darah, perpecahan dan perceraian, bahkan pemberontakan.
Jika setiap orang di negeri ini, apalagi yang ditokohkan dan dijadikan panutan ummat mampu menahan diri untuk tidak berkata-kata sebelum dipikirkan masak-masak, untuk memilih kata-kata bijak yang tidak menyakitkan orang lain, takkan muncul kekacauan dan kerusuhan yang menguras energi bahkan bisa menghancurkan sendi-sendi bangsa.
Apalagi jika sosok tersebut berperan di panggung kehidupan sebagai alim ulama, dan cendikiawan, punya banyak pengikut dan pengaruh, seyogyanya lebih berhati-hati lagi dalam mengeluarkan statement yang bisa berujung fatal, benturan antara sesama ummat maupun aparat.
Ilmu yang butuh diterapkan dan dipelajari untuk menghindari kerusakan adalah ilmu diam, menahan lidah untuk berbicara, dan menahan tangan untuk bergerak menyebar celaan dan kebencian yang tidak pada porsinya.
Berapa banyak masalah yang remeh-temeh menjadi menggunung dan membesar karena bahaya lidah yang tak bertulang.
La haula walaa quwwata illaa billaah..
———
Ditulis oleh,
Ustadz Abu Fairuz Ahmad Ridwan MA, حفظه الله تعالى