APAKAH PELAKU MAKSIAT AKAN MASUK SURGA?[1]
Pertanyaan.
Saya membaca dalam kitab Riyâdhus Shâlihin beberapa hadits dari al-Imam al-muhaddits Muhyiddin Abu Zakaria an-Nawawi, diantaranya:
Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang maknanya, “Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaha IllAllâh di akhir hayatnya (ketika kematiannya), maka dia masuk surga.”
Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang maknanya, “Barangsiapa yang meninggal tiga anaknya atau kurang sebelum mencapai usia baligh, maka dia akan masuk surga.”
Juga hadits, yang maknanya, “Tidaklah seseorang memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan; atau (memiliki) dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam urusan mereka dan berbuat baik kepada mereka, maka dia akan masuk surga[2]
Juga sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang maknanya, “Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allâh Azza wa Jalla , Allâh Azza wa Jalla jauhkan wajahnya dari neraka sejauh 70 tahun.”.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda tentang sebuah pintu di surga yang bernama ar-Rayyan:
يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَومَ القِيَامَةِ
Melalui pintu itu orang-orang yang berpuasa masuk ke surga pada hari kiamat
Jika semua yang di atas itu hadits shahih, lalu bagaimana dengan orang yang mengkonsumsi harta riba, orang yang berzina, yang membunuh, yang mencuri dan orang yang sering berdusta?
Mohon penjelasan tentang masalah ini! Karena saya agak bingung. Jazakallâh khairan
Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullah menjawab:
Masalah yang ditanyakan ini adalah permasalahan penting. Masalah ini sulit (bagi sebagian orang-red) sebagaimana dipaparkan penanya. Karena beberapa hadits yang disebutkan penanya menunjukkan amal-amal kebaikan di atas bisa menyebabkan pelakunya masuk surga, akan tetapi disisi lain hadits-hadits di atas (seakanred) bertentangan dengan hadits-hadits yang menyatakan bahwa pelaku amalan-amalan tertentu lainnya bisa menyebabkan masuk neraka. Padahal pelaku amalan-amalan buruk ini juga melakukan amalan-amalan yang bisa menyebabkan masuk surga.
Maka, jawaban kami atas hadits-hadits di atas atau hadits yang senada lainnya, bahkan nash-nash lainnya, baik dari al-Qur’an maupun hadits yaitu penyebutan sebagian amalan yang menjadi sebab masuk surga, tidak lain hanyalah sebuah pemaparan tentang sebab. Begitu sebaliknya, penyebutan sebagian amalan yang bisa menyebabkan pelakunya masuk neraka, tidak lain hanyalah sebuah pemaparan tentang sebab. Sementara kita sudah mengetahui bahwa sebuah hukum (konsekuensi hukum) tidak akan sempurna kecuali setelah sebab dan syarat terpenuhi serta tidak ada yang menghalangi (mawâni).
Amalan-amalan yang telah disebutkan di atas adalah sebab masuk surga, namun terkadang sebab-sebab itu ada mawâni’nya (ada penghalangnya, sehingga sebab-sebab itu tidak bisa menimbulkan akibat-red). Misalnya, hadits :
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ مِنَ الدُّنْيَا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa yang akhir ucapannya di dunia La Ilaaha Illallâh, maka dia masuk surga
Ini adalah sebab, syaratnya adalah dia mengucapkan kalimat itu dengan penuh keyakinan dan kejujuran. Namun, jika dia mengucapkannya sebagaimana orang munafik, maka kalimat itu tidak akan bermanfaat. Namun dalam kondisi sekarat seperti ini, kecil kemungkinan atau bahkan mustahil ada orang yang bisa mengucapkannya ala orang munafik.
Begitu juga, hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَنْ مَاتَ لَهُ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ كَانَ لَهُ حِجَابًا مِنْ النَّارِ أَوْ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa tiga anaknya yang belum mencapai usia baligh meninggal dunia, maka anak-anak itu akan menjadi penghalang baginya dari neraka atau dia akan masuk surga
Ini juga salah satu sebab diantara sebab-sebab terjaga dari api neraka. Namun terkadang ada penghalang yang menyebabkan sebab ini tidak bisa terlaksana (artinya sebab yang disebutkan di atas tidak bisa menghalanginya dari nereka dikarenakan ada penghalang-red). Penghalang-penghalang yang dimaksud (dalam konteks ini-red) adalah amalan-amalan yang menyebabkan pelakunya masuk neraka. Penyebab dan penghalang adalah dua hal yang bertentangan. Jika demikian keadannya, maka hukumnya (akibat akhirnya-red) akan berpihak kepada mana yang lebih kuat atau dominan? Sebab atau penghalang?[3]
Kalau begitu, kaidahnya adalah amalan-amalan yang disebutkan berkonsekuensi masuk surga jika diamalkan, itu tidak mutlak, akan tetapi masih terikat dengan nash-nash lain yang menjelaskan bahwa masuk surga akan terwujud bila tidak ada penghalang (intifa’ mawâni’) yang meghalanginya dari masuk surga.
Saya berikan sebuah permisalan:
Orang kafir yang tiga anaknya meninggal dunia sebelum mencapai usia baligh dan dia tetap bersabar. Apakah orang kafir ini akan masuk surga atau tidak? Jawabnya tentu tidak.[4]
Begitu juga tentang orang yang memakan harta riba, orang yang memakan harta anak yatim, orang yang melakukan pembunuhan dan perbuatan buruk lainnya yang para pelakunya terancam masuk neraka. Ini juga terikat atau dengan syarat tidak ada penghalang yang menghalangi dari terlaksananya ancaman tersebut. Jika ada penghalang yang kuat, maka ancaman itu tidak ditimpakan kepada si pelaku. Karena seperti yang sudah disampaikan di awal, kaidahnya adalah segala sesuatu itu tidak sempurna kecuali setelah syarat dan sebabnya terpenuhi serta tidak yang menghalangi (intifâ’ mawâni’).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diangkat dari Fatâwâ Nûr ‘alad Darbi,, 1/79
[2] HR. At-Tirmidzi, no. 1912
[3] Jika sebab yang lebih kuat, maka dia akan masuk surga. Sebaliknya, jika penghalang yang lebih menonjol, maka dia akan masuk neraka.-red
[4] Dalam permisalan ini, ada sebab masuk surga yaitu ditinggal mati oleh 3 anaknya yang belum baligh dan dia sabar, namun juga ada penghalang yang menghalangi orang ini masuk neraka yaitu kekufurannya. Sehingga akhirya dia masuk neraka dan sebab yang mestinya bisa memasukkan seseorang masuk surga tidak berfungsi bagi orang ini.-red