APAKAH MUSIBAH ITU INDIKASI ALLAH AZZA WA JALLA MURKA?

Pertanyaan.

Seseorang bertanya kepada syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah , “Ketika Allâh Azza wa Jalla menimpakan musibah terhadap seseorang dengan meninggalnya orang tercinta, -dan ini merupakan musibah paling berat bagi seseorang- , apakah ini merupakan bentuk murka Allâh terhadapnya ataukah justru rahmat dari-Nya?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berbuat sesuai dengan kehendak-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. [Al-Anbiyâ’ /21: 23]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan berbagai musibah, baik musibah berat maupun ringan. Ini sebagai ujian, apakah ia bisa bersabar ataukah justru ia meradang dan tidak bisa menahan diri? Barangsiapa bersabar dan ridha, maka baginya keridhaan dan pahala dari Allâh Azza wa Jalla . Sedangkan orang yang justru tersulut amarah, maka iapun mendapat murka-Nya.

Ketika Allâh Azza wa Jalla menguji hamba dengan ujian-ujian ini, tidak kemudian berarti bahwa Allâh Azza wa Jalla murka kepadanya. Lihatlah! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ditimpa sakit, juga kehilangan orang tercinta, merasakan kepedihan. Sebagaimana Beliaupun terluka pada perang Uhud, hingga gigi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terletak antara gigi seri dan gigi taring patah.

Kita juga tahu bahwa ini bukanlah disebabkan murka Allâh kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Akan tetapi ini adalah ujian dari Allâh Azza wa Jalla  agar Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggapai derajat orang yang bersabar. Karena derajat sabar begitu tinggi dan luhur. Dan ini tidak akan mungkin terwujud kecuali dengan ujian dan cobaan, agar menjadi terang perihal seseorang, apakah ia sabar ataukah tidak?

Atas dasar ini, maka bagi seseorang yang ditimpa musibah seperti yang ditanyakan di atas, sudah seyogyanya ia berhusnuzzhan (berprasangka baik) kepada Allâh Azza wa Jalla , yaitu mempunyai persangkaan baik terhadap Allâh Azza wa Jalla , dan janganlah ia berprasangka bahwa itu adalah bentuk murka-Nya kepadanya.

Dan perlu diketahui bahwa orang yang ditimpa musibah apapun itu, maka dengan itu Allâh Azza wa Jalla akan menghapuskan dosanya. Ini seperti yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang Muslim ditimpa sesuatu hal berupa kelelahan, penyakit, kecemasan (akan terjadinya sesuatu yang buruk), kesedihan, gangguan, keresahan jiwa, sampaipun duri yang menusuknya, melainkan Allâh akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan sebab hal tersebut. (Muttafaq alaih)

Kemudian bila ia mengharapkan pahala dari Allâh Azza wa Jalla atas musibah tersebut, yaitu pahala orang-orang yang bersabar, dan ia mengharapkan bahwa Allâh Azza wa Jalla akan memberinya pahala atas hal tersebut, maka iapun akan mendapatkan pahala yang lebih dari sekedar digugurkannya dosa-dosa kesalahannya. [1]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote

[1] Fatâwâ Nûr ‘alâ ad-Darb Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 12/ 617

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *