Maksud “mengalah” pada judul adalah segera meninggalkan debat kusir tersebut. Dunia internet dan media sosial merupakan sarana yang mudah untuk berdebat. Perlu diketahui bahwa berdebat khususnya debat kusir sangat merugikan apabila kita lakukan. Terutama di media sosial, walaupun kita sudah berniat berdiskusi dengan baik akan tetapi diskusi di internet dan media sosial tetap sangat sulit dilakukan.
Mengalah dari debat kusir, karena “kita tidak akan bisa menang debat melawan orang yang bodoh dan tidak beradab“.
Mengalah dalam debat, sebagaimana sebuah ungkapan:
وما جادلني جاهلٌ إلا وغلبني
“Tidaklah aku mendebat orang bodoh, pasti aku akan kalah”
Berdebat (apalagi di media sosial) menimbulkan banyak kerugian:
Pertama, Membuang-buang waktu yang berharga
Waktu kita akan habis untuk berdebat kusir yang terkadang tidak ada ujungnya.
Kedua, Mengeraskan hati karena sering sakit hati dan berniat membalas. Padahal tujuan dakwah adalah menasihati dan yang namanya nasihat itu menghendaki kebaikan pada saudaranya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. [1]
Ketiga, Berdebat akan menimbulkan permusuhan di antara kaum muslimin, padahal kita diperintahkan agar menjadi saudara se-iman.
Nabi Sulaiman ‘alaihis sallam berkata kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ
“Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [2]
Keempat, Mengalah yaitu meninggalkan debat (walaupun nanti akan dikira akan kalah) bukanlah kalah yang sesungguhnya.
Mengalah untuk menang, mundur selangkah (mengambil kuda-kuda) untuk melompat jauh ke depan. itulah kemenangan bagi mereka yang berjiwa besar menghidari debat tidak berguna. Oleh karena itu mengalah dan meninggalkan perdebatan, pahalanya sangat besar.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.” [3]
Kelima, Walaupun sebenarnya kita bisa menang dalam berdebat akan tetapi, bisa jadi dia menolak kebenaran karena gengsi kalah, padahal dia mengakui kebenaran telah datang.
Terkadang dakwah ditolak bukan karena materinya yang salah atau orang yang menyampaikan, tetapi cara dakwah yang tidak dapat diterima. Salah satunya adalah dakwah dengan debat kusir yang tidak bermanfaat.
Sekali lagi dakwah itu untuk kebaikan dan berniat kebaikan, perhatikan betapa tawadhu-nya Imam Syafi’i, beliau berkata
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا إِلا عَلَى النَّصِيحَةِ
“Tidaklah aku mendebat seseorang melainkan dalam rangka memberi nasihat.”[4]
Beliau juga berkata,
وَاللَّهِ ، مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ يُخْطِئَ
“Demi Allah, tidaklah aku mendebat seseorang melainkan berharap akulah yang keliru.” [5]
Semoga kita tidak terpancing ikut berdebat dan dihindarkan dari berdebat.
@ Masjid Al-Ashri Yogyakarta – Selagi menunggu hujan deras berhenti –
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Muslim 55/95
[2] Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi
[3] Shahih at-Targib wat Tarhib, jilid 1, no. 138
[4] Adabu Asy-Syafi’i wa Manaqibuhu hal. 69
[5] Tabyinu Kadzbil Muftari hal. 340