Menggendong Anak di Pundak Bikin Durhaka

Pak ustaz saya mau tanya,saya punya anak kecil baru 4 bulan dan kebetulan tadi saya gendong di pundak tapi orang2 tua yang melihat melarang saya katanya tidak boleh karena nanti kalau sudah besar bisa jadi anak durhaka katanya,mhn prnjelasannya

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Agar sebuah tradisi bisa lestari di masyarakat, terkadang mereka menggunakan cara dengan memberikan ancaman atau dorongan.. seperti;

  • Kalau nyapu tidak bersih, suaminya brewokan.
  • Duduk di atas bantal nanti jadi bisulan.
  • Anak gadis yang duduk di depan pintu dipercaya sulit dapat jodoh.
  • Kalau makan harus habis, jika tidak, ayamnya akan mati.
  • Menyapu diarahkan keluar, menjauhkan rezeki.
  • Dan seterusnya…

Meskipun kita mengakui, sebagian dari adab itu diajarkan untuk keteraturan. Hanya saja yang menjadi masalah, terkadang dikaitkan dengan ancaman takdir buruk, padahal bisa jadi sama sekali tidak ada hubungannya.

Karena itu, kita perlu memisahkan antara tradisi, hukum, dan takdir. Adab bisa saja mengacu kepada urf (kebiasaan) yang berlaku di masyarakat. Sementara untuk hukum, mengacu kepada penjelasan sumber syariat (al-Quran dan Sunah), sedangkan takdir, itu rahasia Allah.. hanya Allah yang tahu. Selama tidak ada keterangan dari dalil tentang masalah takdir, tidak selayaknya pelanggaran adab kita kaitkan dengan takdir.

Termasuk dilarang menggendong anak di atas pundak, karena anak bisa menjadi berani atau durhaka kepada kedua orang tua.

Larangan menggendong anak di pundak, ini tradisi. Anak menjadi berani kepada orang tua, ini takdir. Dan belum tentu tradisi ini memberi efek samping ke hal yang buruk, sebagaimana pula, belum tentu tradisi ini secara hukum  terlarang.

Ada sebuah riwayat yang bisa kita jadikan acuan, bolehnya menggendong anak di atas pundak.

Dari Uqbah bin al-Harits Radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,

خَرَجْتُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ بَعْدَ وَفَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلَيَالٍ وَعَلِيٌّ يَمْشِي إِلَى جَنْبِهِ فَمَرَّ بِحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، يَلْعَبُ مَعَ غِلْمَانٍ فَاحْتَمَلَهُ عَلَى رَقَبَتِهِ وَهُوَ يَقُولُ

Aku ikut shalat jamaah asar diimami Abu Bakr – beberapa hari setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam – ketika itu Ali berjalan di samping beliau. Lalu Abu Bakr ketemu Hasan bin Ali yang sedang bermain bersama anak-anak. Abu Bakr langsung menggendongnya di atas pundaknya, sambil mengatakan,

وَأَبِي شِبْهُ النَّبِيِّ لَيْسَ شَبِيهًا بِعَلِيٍّ

“Sungguh, dia lebih mirip dengan Nabi dan tidak mirip dengan Ali.”

Dan Ali tertawa melihat itu. (HR. Bukhari 3542 & Ahmad 40)

Karena itu, tidak jadi masalah menggendong anak kecil di atas pundak.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *