Sejarah perjuangan Islam telah mencatat Khalid bin Al Walid adalah salah satu panglima perang yang fenomenal, kemenangan demi kemenangan berhasil diperoleh Ummat Islam dibawah kepemimpinan beliau, sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga masa khilafah Abu Bakar As Siddiq.
Kehebatan beliau telah diakui oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sehingga beliau dijuluki sebagai “salah satu pedang Allah“.
Namun demikian, ketika kekuasaan ummat Islam dipercayakan kepada Sahabat Umar bin Al Khatthab, beliau segera memberhentikan Kholid bin Al Walid dari kedudukan sebagai panglima perang. Beliau digantikan dengan Abu Ubaidah Aamir bin Al Jarrah radhiaallahu ‘anhum.
Pernahkah anda berpikir, mengapa khalifah Umar mencopot Kholid bin Al Walid ? Apa karena Kholid gagal, melakukan kesalahan, atau korupsi, atau berkhianat ?
Sama sekali tidak demikian, Khalifah Umar bin Al Khatthab mencopot beliau justru karena beliau berhasil bahkan selalu berhasil memenangkan peperangan.
Kok demikian? Keberhasilan bukannya dipertahankan, namun malah dicopot dan digantikan !
Yah, itulah salah satu bukti kecerdasan dan kehebatan khalifah Umar bin Al Khatthab. Beliau hendak membuktikan kepada ummat bahwa kemenangan adalah karunia Allah, sebagai imbalan dari keta’atan ummat Islam kepada ajaran agama Islam. Sehingga siapapun pemimpinnya tetap saja Allah menurunkan pertolongan dan kemenangan bagi ummat Islam.
Sebagaimana Khalifah Umar hendak mencegah terjadinya kultus kepada sosok Khalid bin Al Walid yang selalu menang dan berhasil. Dengan demikian ummat Islam dapat mempertahankan sumber kemenangan dan kekuatan yaitu pertolongan Allah berkat kepatuhan mereka menjalankan syariat bukan karena dipimpin oleh Kholid bin Al Walid.
Sebagaimana khalifah Umar juga hendak menyayangi sang panglima yang gagah berani dan selalu berhasil, agar tidak terbetik di hatinya kesombongan, sehingga muncul kesan : “untung ada saya, semua kemenangan berkat kehebatan saya, semua ini hasil kerja keras saya, semua berkat strategi saya …”
Apakah sahabat Kholid bin Al Walid sakit hati, patah hati, kecewa dan dendam lalu meninggalkan medan perang ?
Ternyata tidak, beliau tetap berjuang dan berjihad di bawah bendera panglima yang baru yaitu Abu Ubaidah Bin Al Jarrah. Beliau mematuhi perintah dan mengikuti strategi dan kebijakan panglima baru yang menggantikannya.
Kok bisa demikian, betapa mudah beliau berlapang dada, menerima pergantian tersebut ?
Ya, karena beliau berjihad hanya mencari keridhaan Allah dan demi tegaknya agama Allah, bukan mencari apresiasi atau gelar atau agar namanya dikenang, atau diakui jasa jasanya oleh atasan atau masyarakat.
Bagi Khalid bin Al Walid, diakui atau tidak, dikenang atau tidak, strategi perangnya dilanjutkan atau tidak, bukan masalah, karena apapun yang terjadi, semua peluh dan perjuangannya tiada sia sia, Allah Maha Tahu dan Maha Dermawan pasti akan memberi pahala terbaik kepada dirinya, walaupun rencana besarnya, atau strategi perangnya tidak lagi dilanjutkan oleh panglima penggantinya.
Semoga kebesaran jiwa sahabat khalid ketika memimpin dan ketika dipimpin, dapat kita warisi, terlebih di zaman keterbukaan informasi semacam ini.
Semoga Allah Taala berkenan mempertemukan kita semua dengan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam di surga-Nya, dan berkenan melimpahkan keimanan dan keikhalasan kepada kita semua sebagaimana yang telah Ia limpahkan kepada para sahabat. amiin
Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri MA, حفظه الله تعالى