Al-Quran Istanbul
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Dengan melihat fisiknya yang sangat kecil, al-Quran Istanbul tidak mungkin bisa dibaca. Saya pernah memegang langsung, dan ukurannya sangat kecil. Seukuran jempol orang dewasa. Kalaupun mau dibaca, harus menggunakan lup. Dan tidak wajar orang membaca al-Quran pakai lup. Jangankan pakai lup, al-Quran besar saja jarang dibaca.
Memahami hal ini, pemilik al-Quran istanbul tidak akan menggunakan al-Quran itu sebagai bacaan. Lalu mengapa dia rela membelinya? Di internet, ada yang menawarkan dari harta 500rb hingga 5 jutaan. Bahkan ada yang sampai puluhan juta… laa haula wa laa quwwata illa billaah… apa daya tarik al-Quran kecil ini, hingga dijual dengan harga sangat mahal. Padahal di yufidstore.com, al-Quran ukuran normal dijual dengan harga di bawah 100rb.
Tentu saja, daya tariknya bukan sebatas untuk dibaca, tapi karena al-Quran Istanbul diyakini punya khasiat.
Ada salah satu situs yang mengajarkan klenik, menyebutkan beberapa khasiat al-Quran Istanbul,
“apabila di bawa atau di pegang dalam keadaan suci hadats besar, kecil dan membaca amalan kuncinya maka Alloh akan menolong orang tersebut. Apabila di bakar maka tidak merasakan panasnya api, di rendam dalam air tidak akan basah bahkan rambut tidak akan putus bila di potong dan senjata musuh tidak mempan dan mengenainya.”
Subhanallah… sejak kapan Allah turunkan al-Quran untuk dijadikan jimat?. Karena itulah, dalam rangka memuliakan al-Quran istanbul, mereka membuat istilah yang berbeda untuk transaksinya. Pembayarannya mereka istilahkan dengan mahar…
Apakah Betul itu Tulisan al-Qur’an?
Ketika saya menulis ini, di samping saya ada al-Quran Istanbul, pemberian salah satu jamaah. Katanya itu peninggalan dari ibunya yang sudah meninggal. Saya mencoba buka dan saya periksa, memang betul yang tertulis adalah al-Quran. Saya membuka bagian akhir, juz amma, dan tertulis sebagaimana yang kita hafal.
Saya tidak tahu untuk cetakan yang lain… dan kemungkinan besar sama.
Pelanggaran Terhadap al-Quran Istanbul
Setidaknya ada beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh mereka yang memanfaatkan al-Quran Istanbul untuk hal yang dilarang,
[1] Penyalah gunaan al-Quran
Allah turunkan al-Quran kepada manusia untuk dijadikan sebagai petunjuk. Dan manfaat itu hanya bisa didapatkan, jika seseorang mempelajarinya.
Allah berfirman,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad: 29).
Ayat yang semisal dengan ini sanat banyak. Diantaranya, firman Allah di surat al-Baqarah yang hampir dihafal seluruh kaum muslimin,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Itulah al-Kitab, yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa. (QS. al-Baqarah: 2)
Allah tidak pernah menurunkan al-Qur’an untuk dijadikan jimat. Untuk mendapatkan kesaktian. Disadari maupun tidak, ini pelecehan terhadap fungsi al-Qur’an. Tidak selayaknya dilakukan oleh mereka yang beriman kepada al-Qur’an.
[2] Meletakkan al-Quran tidak pada tempatnya
Mereka yang memiliki al-Quran istanbul terkadang meletakkannya di tempat sembarangan. Bahkan terkadang diletakkan di saku celana, atau terduduki.
[3] Pemicu syirik
Inilah dampak buruk yang paling besar. Kenyataannya al-Quran ini dijadikan jimat, karena diyakini memiliki banyak khasiat seperti yang disebutkan di atas.
Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan syirik.” (HR. Ahmad 17422, al-Hakim 4/417, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Sekalipun yang dijadikan jimat adalah al-Quran, para ulama tetap melarangnya. Seorang ulama tabi’in, Ibrahim an-Nakha’i (wafat th. 96 H) mengatakan,
“Mereka membenci jimat, baik yang berasal dari Al-Qur-an maupun yang bukan dari Al-Qur-an.” (Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, hlm. 153)
Bagaimana Cara Benar Menangani al-Quran Istanbul?
Karena al-Quran Istanbul berisi al-Quran, maka kita sikapi sebagaimana al-Quran. Wajib dimuliakan, tidak boleh diletakkan di tempat yang menghinakannya, ketika menyentuh harus berwudhu (menurut pendapat yang mewajibkan wudhu ketika menyentuh al-Quran).
Hanya saja, al-Quran ini tidak bisa dimanfaatkan untuk bahan bacaan. Sehingga statusnya seperti mushaf al-Quran yan tidak terpakai. Dan dimusnahkan, tidak disimpan, lebih aman. Karena jika disimpan, berpotensi untuk digunakan oleh orang lain yang tidak paham aqidah yang benar, lalu disalah-gunakan.
Ada bebarapa cara memusnahkan mushaf yang tidak difungsikan, ,
Pertama, Mushaf bekas itu dikubur dalam tanah.
Ini adalah keterangan madzhab hanafi dan hambali.
Al-Hasfaki, ulama madzhab hanafi mengatakan,
الْمُصْحَفُ إذَا صَارَ بِحَالٍ لَا يُقْرَأُ فِيهِ : يُدْفَنُ ؛ كَالْمُسْلِمِ
“Mushaf yang tidak lagi bisa terbaca, dikubur, sebagaimana seorang muslim.” (ad-Dur al-Mukhtar, 1/191).
Ulama lain yang memberikan catatan kaki untuk ad-Dur al-Mukhtar mengatakan,
أي يجعل في خرقة طاهرة ، ويدفن في محل غير ممتهن ، لا يوطأ
Maksudnya, lembaran mushaf itu diletakkan di kain yang suci, kemudian dikubur di tempat yang tidak dihinakan (seperti tempat sampah), dan tidak boleh diinjak.
Al-Bahuti mengatakan,
“Jika ada mushaf Alquran yang sudah usang maka dia dikubur, berdasarkan ketegasan dari Imam Ahmad. Imam Ahmad menyebutkan bahwa Abul Jauza mushafnya telah usang. Kemudian beliau menggali di tanah masjidnya lalu menanamnya dalam tanah.” (Kasyaf al-Qana’, 1:137)
Hal ini pula yang difatwakan Syaikhul Islam,
وأما المصحف العتيق والذي تَخرَّق وصار بحيث لا ينتفع به بالقراءة فيه ، فإنه يدفن في مكان يُصان فيه ، كما أن كرامة بدن المؤمن دفنه في موضع يصان فيه
“Mushaf yang sudah tua atau rusak sehingga tidak bisa dibaca, dia kubur di tempat yang terlindungi. Sebagaimana kehormatan jasad seorang mukmin, dia harus dikubur di tempat yang terlindungi (bukan tempat kotor dan tidak boleh diinjak)” (Majmu’ Fatawa, 12/599).
Kedua, mushaf yang rusak itu dibakar.
Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Syafiiyah. Tindakan ini meniru kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, setelah beliau menerbitkan mushaf induk ‘Al-Imam’, beliau memerintahkan untuk membakar semua catatan mushaf yang dimiliki semua sahabat. Semua ini dilakukan Utsman untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam yang tidak memahami perbedaan cara bacaan Alquran.
Salah satu saksi sejarah, Mus’ab bin Sa’d mengatakan,
أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد
“Ketika Utsman membakar mushaf, saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat mereka heran. Namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.” (HR. Abu Bakr bin Abi Daud, dalam al-Mashahif, hlm. 41).
Diantara tujuan membakar Alquran yang sudah usang adalah untuk mengamankan firman Allah dan nama Dzat Yang Maha Agung dari sikap yang tidak selayaknya dilakukan, seperti diinjak, dibuang di tempat sampah atau yang lainnya.
وفى أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى ، وأن ذلك إكرام لها ، وصيانة من الوطء بالأقدام ، وطرحها في ضياع من الأرض
“Perintah Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Alquran, menunjukkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama-nama Allah ta’ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah (Syarh Shahih Bukhari, 10/226)
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits