Dakwa (Tuduhan) dan Bayyinah (Bukti)

  • Dakwa: Seseorang menyandarkan terhadap dirinya keberhakan dia akan sesuatu yang berada pada tangan orang lain.
  • Mudda’i: Orang yang menuntut hak, apabila diam dia akan ditinggalkan.
  • Mudda’a alaihi: Orang yang dituntut akan haknya, apabila diam dia tidak akan dibiarkan.
  • Rukun dakwa ada tiga: mudda’i, mudda’a alaihi, dan mudda’a fihi atau mudda’a bihi.
  • Bayyinah: Segala sesuatu yang menunjukkan kebenaran dari saksi, sumpah, qorinah dan lain sebagainya.

 

Dakwa (pengakuan) tidak akan sah, kecuali jika dia jelas dan terperinci; karena hukum akan bergantung padanya, dan orang yang dituduh harus jelas dan diketahui, penuduh berterus terang dalam menuntutnya, serta yang dituduh itu harus sudah jatuh tempo jika dia itu berupa hutang.

  • Keadaan bayyinah (bukti).

Terkadang bayyinah itu merupakan dua orang saksi, terkadang satu laki-laki dan dua perempuan, terkadang empat orang saksi, terkadang tiga orang saksi dan terkadang juga satu orang saksi dengan sumpah dari penuduh, sebagaimana yang insya Allah akan dijelaskan nanti.

  • Disyaratkan dalam persaksian haruslah seorang yang adil dalam bersaksi, dan Qadhi berpegang padanya dalam menentukan hukuman, apabila diketahui akan bertentangannya dengan apa yang dia saksikan, maka ketika itu tidak boleh untuk berhukum padanya, barang siapa yang tidak diketahui keadilannya, maka dia harus ditanyakan tentangnya, apabila tertuduh menolak para saksi, maka dia dibebani untuk mendatangkan saksi dan diberi waktu selama tiga hari, apabila dia tidak mendatangkan saksi, maka dia akan dijatuhkan hukum padanya.
  • Dalam permasalahan tuduhan, manusia terbagi tiga:

1. Pertama adalah mereka yang dikenal pada tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang beragama, bertakwa dan bahwasanya dia bukanlah seorang yang pantas untuk dituduh, yang seperti ini tidak dipenjara dan tidak pula dicambuk, bahkan di hukum orang yang menuduhnya.

2. Orang yang dituduh tidak diketahui keadaannya, dia tidak dikenal sebagai orang baik dan tidak pula sebagai seorang pelaku kejahatan, yang seperti ini dipenjara sampai diketahui keadaannya; demi untuk menjaga kebenaran.

3. Orang yang dituduh dikenal sebagai pelaku kejelekan serta kejahatan, yang seperti ini pantas untuk dituduh, dan hukumannya lebih berat dari kelompok kedua, yang mana dia akan diuji dengan pukulan serta penjara sampai mengaku; demi untuk menjaga hak umat manusia.

  • Apabila Qadhi mengetahui akan keadilan saksi, maka dia akan berpegang padanya dalam menghukumi, tanpa membutuhkan rekomendasi dari yang lain, dan jika dia diketahui bukan orang yang adil, maka Qadhi tidak akan berpegang padanya dalam menghukumi, sedangkan jika saksi orang yang tidak diketahui keadaannya, maka orang yang menuduh diminta untuk memberikan rekomendasi atasnya dengan menghadirkan dua orang saksi yang adil.
  • Hukum seorang Qadhi tidak bisa menghalalkan hal yang haram dan tidak pula mengharamkan yang halal. Apabila saksi jujur dan benar, maka penuduh berhak untuk mengambil apa yang menjadi haknya, sedangkan jika saksi berdusta, seperti dengan bersaksi palsu, maka Qadhi akan menghukumi atasnya dan penuduh tidak berhak untuk mengambil apa yang dia tuduhkan.

عَنْ أُمِّ سََلَمَة رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِنَّكُمْ تَخْتَصِمُوْنَ إِلَيَّ وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَلْحَنُ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ أََخِيْهِ شَيْئًا بِقَوْلِهِ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ فَلاَ يَأْخُذْهُ متفق عليه

Dari Ummu Salamah: bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian berselisih terhadapku, bisa jadi sebagian dari kalian lebih pandai dalam mengemukakan hujjahnya dari sebagian yang lain, barang siapa yang aku hukumi padanya dengan mengambil hak saudaranya karena perkataannya, maka sesungguhnya dia telah aku berikan potongan dari api neraka kepadanya, maka hendaklah dia tidak mengambilnya” Muttafaq Alaihi[1].

  • Diperbolehkan untuk menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak hadir, pada saat terbukti oleh saksi akan adanya hak pada dirinya, yang mana hak tersebut berhubungan dengan manusia, bukan hak Allah. Yang dianggap tidak hadir adalah orang yang berada jauh, sejauh batas qoshor atau lebih dan dia berhalangan untuk hadir, sedangkan jika dia hadir maka dia berhak untuk mengemukakan alasannya.
  • Tuduhan dilakukan pada Negara orang yang dituduh; karena secara asal dia adalah orang yang bebas, akan tetapi jika dia kabur, mungkir ataupun terlambat datang tanpa alasan, maka dia harus di hukum.
  • Tidak diterima dalam memberikan rekomendasi, tuduhan serta sebuah surat kecuali perkataan dua orang yang dianggap adil, dan bisa diterima dengan penterjemah perkataan seorang yang dianggap adil, dan dua orang jika memungkinkan akan lebih baik.
  • Tulisan seorang Qadhi terhadap Qadhi yang lainnya bisa diterima pada setiap hak yang berhubungan dengan hak manusia, seperti dalam berjual beli, sewa menyewa, wasiat, nikah, talak, jinayah, qishos dan lainnya, tidak sepatutnya bagi seorang Qadhi untuk menulis terhadap Qadhi lainnya dalam hal yang berhubungan dengan hak Allah, seperti dalam had zina, mabuk dan lainnya; karena yang seperti ini dibangun atas dasar saling menutupi dan menghindari hal yang subhat.

 

Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori no (2680), lafadz ini darinya dan Muslim no (1713). [1]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *