Makna Fitnah
Pakar bahasa Arab, Ibnu Faris rahimahullah menjelaskan huruf fa`, ta` dan nun adalah (huruf-huruf) dasar yang sahih menunjukkan kepada makna cobaan dan ujian (Maqayisul Lughah: 4/472).
Ahli Nahwu, Al-Jurjani mengatakan bahwa fitnah adalah sesuatu yang dengannya menjadi jelas keadaan manusia, keadaan yang baik maupun buruk. (Dalam Bahasa Arab) disebutkan Anda menguji emas dengan api, jika api membakarnya. Dengannya dapat Anda ketahui mana emas yang murni atau tercampur (kotoran) (At-Ta’rifat: 138)
Hal ini selaras dengan penjelasan Ar-Raghib rahimahullah dalam Al-Mufrodatnya: 623 bahwa asal kata ‘fitnah’ adalah memasukkan emas kedalam api, agar nampak yang baik dari yang buruk.
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari: 11/176 membawakan salah satu pendapat yang menjelaskan tentang fitnah,
أصل الفتنة الاختبار، ثم استعملت فيما أخرجته المحنة والاختبار إلى المكروه، ثم أطلقت على كل مكروه أو آيل إليه كالكفر والإثم والتحريق والفضيحة والفجور وغير ذلك.
“Pada asalnya kata ‘fitnah’ bermakna ‘ujian’, kemudian kata tersebut dipakai untuk menunjukkan kepada sesuatu yang dikeluarkan kepada sesuatu yang dibenci melalui cobaan dan ujian, kemudian kata ‘fitnah’ tersebut itu dimutlakkan untuk setiap yang dibenci atau akibatnya kembali kepada sesuatu yang dibenci, seperti kekafiran, dosa, pembakaran, penyingkapan aib, kefajiran dan selainnya.”
Dalam Fathul Bari disebutkan salah satu bentuk fitnah adalah
الفتنة: ما ينشأ عن الاختلاف في طلب الملك حيث لا يعلم المحقّ من المبطل (فتح الباري [13/ 34])
Fitnah adalah sesuatu yang muncul dari perselisihan (manusia) dalam memperoleh kekuasaan hingga tidak diketahui siapa yang benar dan siapa yang salah.
Ibnul A’rabi telah meringkas makna-makna fitnah secara bahasa, yaitu,
الفتنة الاختبار، والفتنة المحنة، والفتنة المال، والفتنة الأولاد، والفتنة الكفر، والفتنة اختلاف الناس بالآراء والفتنة الإحراق بالنار (لسان العرب لابن منظور).
“Fitnah bermakna ujian, fitnah bermakna cobaan, fitnah bermakna harta, fitnah bermakna anak-anak, fitnah bermakna kekafiran, fitnah bermakna perselisihan pendapat di antara manusia, fitnah bermakna pembakaran dengan api” (Lisanul Arab, Ibnu Manzhur).
Kata Fitnah dalam Al Qur’anul Karim dan As-Sunnah
Kata ‘fitnah’ dalam dalil mengandung banyak makna, di antara makna kata ‘fitnah’ dalam dalil, yaitu cobaan dan ujian, memalingkan dari jalan kebenaran dan menolaknya, siksa, syirik dan kekufuran, terjatuh di dalam kemaksiatan dan kemunafikan, samarnya antara kebenaran dengan kebatilan, penyesatan, pembunuhan dan penawanan, perselisihan pendapat dan tidak bersatunya hati orang-orang, dan selainnya. Demikan banyaknya makna kata ‘fitnah’ dalam dalil, sehingga pantas jika Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menyimpulkan tips memaknai kata fitnah dalam sebuah kalimat,
ويعرف المراد حيثما ورد بالسياق والقرائن
“Dan dimanapun (kata fitnah) disebutkan, dapat diketahui maksudnya dari konteks kalimat dan petunjuk-petunjuknya” (Fathul Bari 11/176).
Urgensi Mengetahui Bentuk Fitnah dan Dampak-Dampak Negatifnya
Ada suatu ungkapan indah,
كيف يتقي من لا يدري ما يتقي
“Bagaimana seseorang bisa menjaga diri dari suatu bahaya, jika ia tidak mengetahui bahaya apa yang ia harus jaga dirinya darinya?”
Orang yang tidak mengetahui fitnah dan tidak mengetahui dampak buruknya, sangat mungkin ia akan terjatuh kedalam suatu fitnah dan bahkan bergelimang dengannya serta membahayakan kehidupannya, namun tidak menyadarinya, yang ada adalah penyesalan. Mengenal dampak buruk sesuatu dan bahaya-bahayanya, memberikan bekal kepada seorang hamba berupa sikap menjaga diri darinya dan sikap berhati-hati terhadapnya.
Demikian pula, mengenal fitnah dan dampaknya sangat besar manfaatnya, karena hal ini termasuk sikap melihat akibat dan kembalinya suatu perkara, dan sikap ini terhitung sebagai sikap kecerdikan seorang hamba sebelum melangkah dan memutuskan perkara, ia memandang jauh kedepan akibat dan dampak perkara tersebut. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dan mengulangi sabdanya sampai tiga kali,
إن السعيد لمن جُنِّبَ الفتن
“Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah-fitnah”.
[Bersambung]
Disarikan dari kitab Atsarul Fitan, Syaikh Abdur Razzaq, hal.5-6.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah