-Mungkin ada yang mengira bahwa zuhud itu harus miskin dan penampilan seperti orang miskin, wajah lemah memelas, tubuh seperti orang lemas disangkanya tawadhu’, maka ini tidak benar
-Apalagi ada yang menyangka bahwa zuhud itu harus miskin dan identik dengan miskin, tentu ini tidak benar
-Pengertian zuhud cukup banyak dijelaskan oleh ulama dan yang paling mewakili adalah penjelasan Imam al-Junaid bahwa orang zuhud itu tidak tergantung hatinya dengan dunia karena tujuanya adalah akhirat. Beliau berkata,
فالزاهد لا يفرح من الدنيا بموجود ولا يأسف منها على مفقود
“Orang yang zuhud tidak bangga karena memiliki dunia dan tidak sedih jika kehilangan dunia.”[1]
-Karenanya orang kaya raya juga bisa zuhud, sebagaimana kisah berikut:
وسئل الإمام أحمد عن الرجل يكون معه ألف دينار وهل يكون زاهدا قال نعم بشرط أن لا يفرح إذا زادت ولا يحزن إذا نقصت
“Suatu hari Imam Ahmad bin Hanbal mendapatkan pertanyaan mengenai seorang yang memiliki uang sebanyak seribu dinar (1 dinar=4,25 gr emas), apakah dia bisa menjadi orang yang zuhud?
Jawaban beliau,
“Bisa dengan dua syarat yaitu:
1.Tidak gembira jika hartanya bertambah dan
2.Tidak sedih jika hartanya berkurang.” [2]
-Menjadi kaya bukanlah hal tercela, bahkan jika memang jalan jihadnya adalah melalui kekayaan maka itu yang terbaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan sahabatnya yang kaya dan mereka gunakan kekayaan untuk membantu meringankn sesama dan membantu jalan Allah
– Akan tetapi perlu diingat bahwa kekayaan itu memang bisa mengantarkan kepada kesombongan, mayoritas penduduk neraka adalah mereka yang sombong, mengumpulkan harta dan sangat bakhil.[3] karenanya “semakin kaya semakin dermawan, bukan semakin naik gaya hidup”
-Pengertian zuhud lainnya adalah:
1. Tidak bergantung hatinya dengan dunia (zuhud dengan dunia), maka akan dicintai Allah
2. Zuhud dengan apa yang ada di sisi manusia (tidak rakus dan tamak) maka akan dicintai dan disenangi oleh manusia.”[4]
-Pengertian lainnya adalah sebagaimana penjelasan Abu Dzar radhiallahu ‘anhu:
1. Yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu
2. Lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi padamu.[5]
-Agar tidak memotivasi agar kita bersifat zuhud dan jauh dari ketamakan dunia, kita sadari bahwa hakikat dunia adalah sebagaimana kita mencelup jari di lautan, mengangkatnya maka dunia itu adalah sisa air di jari dibanding lautan sebagai akhiratnya.[6]
Demikian semoga bermanfaat dan kita senantiasa selalu bisa zuhud
@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa
Penyusun: Raehanul Bahraen