Bismillaahirrahmanirrahim

Segala puji hanya bagi Allah Rabbul’alamin, Dia tiada henti melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Dari sekian banyak nikmat Allah, nikmat yang paling agung adalah nikmat hidayah, hidayah lahir dalam keadaan Islam, ditengah-tengah keluarga yang beragam Islam. Namun, terkadang diri ini terlena, terlena akan status beragama Islam yang telah melekat sejak lahir, sehingga tidak bangga dan bahagia dengan Syari’at Islam. Bukankah Allah telah berfirman dalam QS. Ali ‘Imran: 19,

 إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam”,

 

Dan bukankah agama Islam ini adalah agama yang paling sempurna, karena Allah sendiri telah menyebutkannya dalam firman-Nya:

 الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3).

Maka, apa gerangan yang membuat iman ini futur (lemah), dan diri ini lalai akan status keislaman yang begitu mulia? Mari kita mengenal kembali agama kita ini, agar cinta yang sudah ada, kian bersemi, sehingga membuahkan amalan-amalan yang benar-benar mengharap perjumpaan indah dengan Sang Khaliq.

 

Apa itu Islam?

Imam Muhamad bin Sulaiman at-Tamimi rahimahullah mengatakan,

“Islam adalah pasrah kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan menaati-Nya, dan berlepas diri dari semua kesyirikan dan pelakunya”(Tsalatsah al-Ushul, 1/189).

Bukankan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di Mekah selama kurang lebih 13 tahun fokus kepada penegakkan tauhid? Dan bukankah kita telah hafal surat Al-Ikhlas, yang kita diperintahkan untuk bergantung hanya kepada Allah saja? Jadi, inti dari setiap peribadahan kita, sebagai umat Islam adalah mengesakan Allah ‘Azza wa Jalla, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

 “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya (darinya), maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).

Kemudian agama Islam itu sendiri terdiri dari 3 tingkatan, seperti yang disebutkan dalam hadits malaikat Jibril ‘alaihis salam, bahwa tingkatan tersebut adalah Islam, Iman, dan Ihsan, yang setiap tingkatannya mempunyai rukun.

Tingkatan Pertama:

Islam, dengan 5 rukunnya, yaitu syahadat, sholat, menunaikan zakat, puasa, dan berhaji ke Baitullah bagi yang mampu.

Tingkatan Kedua:

Iman yang berarti pembenaran, bahwa kita sebagai umat Islam mengakui bahwa :

1) Beriman kepada Allah Ta’ala, 2) beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, 3) beriman kepada Kitab-Kitab-Nya, 4) beriman  kepada Rasul-Rasul-Nya, 5) beriman pada hari Akhir, dan 6) beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Tingkatan Ketiga:

Dan tingkatan tertinggi seorang muslim adalah ketika ia mampu mencapai derajat ihsan. Ihsan yaitu ‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka (ketahuilah) sesungguhnya Allah melihatmu.’ Itulah pengertian ihsan dan rukunnya.

Hendaklah hadits malaikat Jibril ‘alaihis salam di atas menjadi motivasi kita untuk mencapai tingkatan Islam yang paling tinggi, yaitu ihsan. Jika dalam urusan memenuhi kebutuhan dunia yang fana saja banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan, maka lebih-lebih lagi  kita tertuntut untuk berlomba-lomba dalam meraih kebahagiaan kehidupan yang hakiki (akhirat).

 

Karena Islam adalah anugerah terbesar dari Allah Ta’ala

Betapa bahagianya hati kita ketika membaca firman Allah ini, dalam sebuah hadits qudsi :

يَا عِبَادِي كُلُّكُم ضَالٌّ إِلاَّ مَن هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُم

Wahai sekalian hamba-Ku, kalian semua berada dalam kesesatan kecuali yang Kuberi petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya kalian akan Kuberi petunjuk.” (HR. Muslim no. 6737).

Dan dalam surat Az-Zumar: 22, Allah juga berfirman:

أَفَمَن شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللهِ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dilapangkan oleh Allah dadanya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang tidak demikian keadaannya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Agama Islam ini adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Kami tidak mengutus engkau, wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, baik mu’min maupun kafir. Rahmat bagi orang mu’min, yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala memasukkan orang-orang yang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka dengan mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan rahmat bagi orang kafir, berupa tidak disegerakannya bencana yang menimpa umat-umat terdahulu yang mengingkari ajaran Allah.

 

Nikmatnya Beragama Islam dan Ancaman bagi yang Berpaling

 Sangat banyak janji Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para hamba-Nya, diantaranya :

  • Dalam surat Al-Baqarah : 25, Allah Ta’ala berfirman:

 

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقًا قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.”

  • Dalam surat Al Kahfi :30-31, Allah Ta’ala juga berfirman:

 

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا أُولَٰئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِّن سُندُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُّتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الْأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًاا

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shalih, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan perhiasan melingkar dari emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.”

  • Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda, yang artinya:

“Semua umatku pasti akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang enggan itu?” Beliau menjawab, “Barangsiapa mentaatiku, maka ia masuk surga, dan barangsiapa mendurhakaiku maka dialah orang yang enggan (tidak mau masuk surga, pent)” (HR. Al-Bukhari no.6851, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Dan terdapat ancaman bagi siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [QS. Al-Maaidah : 44].

 

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Barang siapa yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim” [QS. Al-Maaidah : 45].

 

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Barangsiapa tidak berhukum perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” [QS. Al-Maaidah : 47]

 

Alhamdulillaahiladzi bini’matihi tatimmus shalihat

 

—————————————————————–

Penulis: Dian Pratiwi

Murojaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *