Ketika berjumpa anak yatim
Maka dekap dia
Usaplah kepalanya
Rasakan hausnya ia
Akan kasih sayang, pengajaran
dan teladan sosok ayah

Mengapa mengusap kepala?
Karena ini sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam
Sabda ini keluar dari lubuk hati
Karena beliau merasakan menjadi yatim-piatu

Lembutkan hati
Dan mengobati kerasnya hati
Keras hati malas beribadah
Malas melakukan kebaikan

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﺷَﻜَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺴْﻮَﺓَ ﻗَﻠْﺒِﻪِ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ: ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺩْﺕَ ﺗَﻠْﻴِﻴْﻦَ ﻗَﻠْﺒِﻚَ ﻓَﺄَﻃْﻌِﻢِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻣْﺴَﺢْ ﺭَﺃْﺱَ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴْﻢِ

Dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seseorang yang mengeluhkan kerasnya hati kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata kepadanya:
“Jika engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak
yatim.” [1]

Karenanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam
Mengusap kepala anak yatim
Jika bertemu dengan mereka

Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib ketika masih kecil dan yatim beliau menceritakan,

ﺛُﻢَّ ﻣَﺴَﺢَ ﻋَﻠَﻰ ﺭَﺃْﺳِﻲ ﺛَﻠَﺎﺛًﺎ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻛُﻠَّﻤَﺎ ﻣَﺴَﺢَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍﺧْﻠُﻒْ ﺟَﻌْﻔَﺮًﺍ ﻓِﻲ ﻭَﻟَﺪِﻩِ

“ … Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalaku sebanyak tiga kali. Setiap kali mengusap beliau berdoa:
‘Ya Allah, jadikanlah pengganti Ja’far pada anaknya …“[2]

Terlebih lagi jika mampu menanggung anak yatim
Makannya, pakaiannya, pengasuhannya
Serta perhatian dengan pendidikannya
Balasannya tidak sedikit
Berdekatan posisinya di surga
Dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam

Padahal seorang sahabat
Pernah meminta Kedudukan ini
Tapi beliau meminta agar ia
Memperbanyak shalat dan sujud
Artinya perlu banyak amalan
Untuk mencapainya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺃَﻧَﺎ ﻭَﻛَﺎﻓِﻞُ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢِ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻫﻜَﺬَﺍ ‏» ﻭﺃﺷﺎﺭ ﺑﺎﻟﺴﺒﺎﺑﺔ ﻭﺍﻟﻮﺳﻄﻰ ﻭﻓﺮﺝ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺷﻴﺌﺎً

“ Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya [3]

Catatan:
Anak yatim adalah anak yang sudah meninggal ayahnya dan belum baligh
Jika sudah baligh maka bukan disebut anak yatim lagi

Sebagaimana hadits,

  ﻻ ﻳُﺘْﻢَ ﺑﻌﺪ ﺍﺣﺘﻼﻡ

“Tidak disebut yatim jika telah mimpi (baligh)”.[4]

@Yogyakarta tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

Catatan kaki:

[1] HR. Ahmad,  ash-Shahihah syaikh al-Albani

[2] Hadis hasan. Lihat: Ahkam al-Janaa-iz, hal. 212

[3] HR. al-Bukhari No. 4998 dan 5659

[4] HR. Abu Dawud, dishahihkan Al-Albani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *