Rambut Wanita Terlihat Sedikit Ketika Shalat, Batal?Bismillah, Apa yang harus dilakukan jika wanita saat sedang sholat auratnya tersingkap?
Dari Dewi Kania via Tanya Ustadz for Android
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Rambut dan seluruh bagian kepala wanita, termasuk aurat yang wajib ditutupi ketika shalat. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ امْرَأَةٍ قَدْ حَاضَتْ إِلَّا بِخِمَارٍ
“Allah tidak menerima shalat wanita yang telah baligh, kecuali dengan memakai jilbab.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 775 dan Al-A’dzami mengatakan sanadnya shahih).
Ini yang menjadi dasar bahwa rambut wanita termasuk bagian yang harus ditutupi ketika shalat.
Bagaimana jika ada sedikit rambut yang keluar jilbab atau tersingkap sehingga kelihatan?
Untuk kasus ini, ulama memberikan rincian:
Pertama, jika yang bersangkutan mengetahui dan segera membenahinya, maka shalatnya sah.
As-Syirazi – ulama Syafi’iyah –,
وإن كشفت الريح الثوب عن العورة ثم رده لم تبطل صلاته
Jika bajunya diterpa angin hingga terbuka auratnya, kemudian langsung dia tutup kembali, maka shalatnya tiak batal. (al-Muhadzab, 1/87)
Kedua, yang bersangkutan mengetahui dan tidak segera menutupi
Ulama berbeda pendapat,
Pendapat pertama, hukumnya batal. Karena terbuka aurat, baik sedikit maupun banyak hukumnya sama saja.
Ini adalah pendapat Imam as-Syafi’i.
Pendapat kedua, hukumnya tidak batal. Karena hanya sedikit.
Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah.
Ibnu Qudamah mengatakan,
فإن انكشف من العورة يسير لم تبطل صلاته نص عليه أحمد وبه قال أبو حنيفة وقال الشافعي تبطل لأنه حكم تعلق بالعورة فاستوى قليله وكثيره كالنظرة
Jika aurat orang yang shalat terbuka sedikit, shalatnya tidak batal. Ini ditegaskan oleh Ahmad dan pendapat Abu Hanifah. Sementara as-Syafii mengatakan, shalatnya batal. Karena ini hukum terkait aurat, sehingga sama saja sedikit maupun banyak, sebagaimana melihat. (al-Mughni, 1/651).
Ada satu hadis yang bisa dijadikan acuan, hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,
“Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat. Beliau bersabda,
يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ
“Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan qurannya.”
Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning. Ketika aku sujud, tersingkap auratku. Hingga ada seorang wanita berkomentar,
وَارُوا عَنَّا عَوْرَةَ قَارِئِكُمْ
‘Tolong tutupi itu itu aurat imam kalian.’
Kemudian mereka membelikan baju Umaniyah untukku. Tidak ada yang lebih menggembirakan bagiku setelah islam, melebihi baju itu. (HR. Abu Daud 585 dan dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksud terbuka aurat dalam kasus ini adalah terbuka sedikit auratnya. Dan shalat mereka tidak batal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak menyuruh para jamaah untuk mengulangi shalat. Inilah yang menjadi acuan jumhur ulama bahwa sedikit aurat yang tersingkap, dan tidak langsung ditutup, tidak membatalkan shalat.
Syaikhul Islam mengatakan,
إذا انكشف شيء يسير من شعرها وبدنها لم يكن عليها الإعادة، عند أكثر العلماء، وهو مذهب أبي حنيفة وأحمد.وإن انكشف شيء كثير، أعادت الصلاة في الوقت، عند عامة العلماء ـ الأئمة الأربعة، وغيرهم
Jika ada rambut atau anggota badan wanita yang tersingkap sedikit, maka tidak ada kewajiban untuk mengulangi shalat menurut mayoritas ulama. Ini pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Namun jika yang tersingkap itu banyak, wajib mengulangi shalat di waktunya, menurut para ulama, baik ulama 4 madzhab maupun yang lainnya. (Majmu’ al-Fatawa, 22/123).
Allahu a’lam.