Hendaknya kita senang jika orang lain menerima kebenaran, bukan senang karena menerima perkataan kita. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memberikan wejangan berharga:
من المهم أن الإنسان لا يفرحه أن يقبل الناس قوله لأنه قوله، لكن يفرحه أن يقبل الناس قوله إذا رأى أنه الحق لأنه الحق، لا أنه قوله، وكذا لا يحزنه أن يرفض الناس قوله لأنه قوله؛ لأنه حينئذ يكون قد دعا لنفسه، لكن يحزنه أن يرفضوه لأنه الحق، وبهذا يتحقق الإخلاص .
فالإخلاص صعب جدا، إلا أن الإنسان إذا كان متجها إلى الله اتجاها صادقا سليما على صراط مستقيم فإن الله يعينه عليه، وييسره له
القول المفيد (123/1).
“Suatu hal yang penting untuk diperhatikan, bahwa seseorang hendaknya jangan senang jika orang-orang menerima perkataannya karena sebab itu adalah perkataannya. Namun hendaknya ia senang jika orang-orang menerima perkataannya karena mereka memandang itu adalah kebenaran, bukan semata-mata karena itu perkataannya.
Demikian juga seseorang hendaknya tidak bersedih jika orang-orang menolak perkataannya karena semata-mata itu perkataannya. Karena jika demikian, ketika itu sebenarnya ia sedang mengajak orang-orang kepada dirinya. Namun hendaknya ia bersedih jika orang-orang menolak suatu kebenaran ia sampaikan. Dengan inilah bisa terwujud keikhlasan.
Maka ikhlas itu sulit sekali. Kecuali jika seseorang itu beramal dan berserah diri kepada Allah dengan tulus dan benar, serta berada di atas jalan yang lurus, maka Allah akan membantunya (untuk ikhlas) dan memudahkannya (untuk ikhlas)” (Al Qaulul Mufid, 1/123).