Oleh: DR. Rafiq Yunus al Mishri
Prinsip Islam dalam masalah riba sangat teliti:
- Tambahan yang dipersyaratkan karena adanya penundaan waktu, dalam akad pinjaman, dikategorikan sebagai riba nasî`ah yang diharamkan.
- Tambahan yang dipersyaratkan karena adanya penundaan waktu, dalam penjualan tidak tunai, tidak diketegorikan sebagai riba nasi`ah yang diharamkan.
Sebagian orang menganggap keduanya sama saja, maka hukumnya pun tidak boleh dibedakan. Haram dua-duanya atau mubah dua-duanya. Adapun mengharamkan yang satu dan membolehkan yang lain, hal ini menjadi persoalan bagi mereka. Jawaban untuk persoalan ini akan mengacu kepada dua argumentasi: dalil naqli dan dalil aqli.
Dalil Naqli
Adapun argumentasi berdasarkan dalil naqli, ia berkaitan dengan hadis tentang enam barang ribawi. Hadis tersebut memberi faidah:
- Emas dengan emas, tidak diperbolehkan pada akad tersebut Tambahan dan Penundaan.
- Emas dengan perak, diperbolehkan padanya Tambahan, namun tidak diperbolehkan Penundaan.
- Emas dengan gandum, diperbolehkan padanya Tambahan dan Penundaan.
Dalam kasus yang pertama, jika diperbolehkan adanya tambahan dan penundaan, maka akan diperbolehkan pula pinjaman ribawi. Ini tentu tidak diperbolehkan.
Dalam kasus yang kedua, diperbolehkan adanya tambahan karena yang ditukar dari jenis yang berbeda. Dilarang adanya penundaan sebagai upaya menuntup celah adanya pertambahan akibat dua waktu yang berbeda. Maksudnya, sebagai upaya menutup celah kepada pinjaman ribawi, pinjaman diberikan dalam bentuk emas, kemudian dikembalikan dalam bentuk perak.
Dalam kasus ketiga, diperbolehkan tambahan karena yang ditukar dari jenis yang berbeda. Dari sisi yang lain, juga karena adanya perbedaan waktu. Maka, sebagaimana yang adil dalam kasus pertama dilarang adanya penundaan karena terlarang adanya tambahan, maka yang adil dalam kasus ketiga adalah diperbolehkan adanya tambahan karena adanya penundaan. Oleh karena itu, diperbolehkan penjualan dengan cara kredit gandum tunai dengan emas tidak tunai. Ini argumentasi bersadarkan dalil naqli.
Dalil Aqli
Adapun argumentasi berdasarkan dalil aqli adalah, pinjaman dan dan jual beli dalam Islam memiliki karakteristik yang berbeda. Karakter akad pinjaman adalah Ihsan (kebaikan) dan karakter akad jual beli adalah keadilan.
Dalam Islam, tempo atau jeda waktu memang memiliki nilai. Dalam akad pinjaman, nilai itu berupa pahala. Sementara dalam jual beli, nilai itu berupa tambahan harga. Selain itu, tambahan dalam jual beli bersifat mengikuti aktifitas jual beli yang riil. Adapun tambahan dalam pinjaman merupakan tambahan yang tersendiri yang tidak disertai dengan aktifitas jual beli riil. Dengan demikian, akad pinjaman dikhususkan untuk tujuan berbuat baik dan jual beli dikhususkan untuk mencari keutungan. Mencari keuntungan materi diperbolehkan dalam transaksi jual beli, sekalipun berupa keuntungan tambahan karena adanya tempo pembayaran. Sementara mencari keutungan materi dalam akad pinjaman, hal ini tidak diperbolehkan.
[Diterjemahkan dari kitab, “Fiqh al Mu’amalât al Mâliyyah, hal. 118 – 119]