ARTI SHALAT BAGI SEORANG MUSLIM
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[1]
- Shalat adalah rukun Islam yang kedua. Shalat adalah rukun yang paling ditekankan setelah dua kalimat syahadat.
- Shalat adalah sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Rabbnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَاصَلَّى يُنَاجِيْ رَبَّهُ
Sesungguhnya apabila salah seorang diantara menunaikan shalat, maka dia sedang bermunajat (berbisik) kepad Rabbnya (HR. Al-Bukhâri, Kitab Mawâqîtus Shalât
Dalam hadist Qudsi, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَاسَأَلَ،
فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ : اَلْحَمدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، قَالَ اللهُ تَعَلَى: حَمَدَنِيْ عَبْدِ،
وَإِذَاقَالَ :اَلرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِيْ،
وَإِذَاقَالَ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ، قَالَ: مَجَدَنِيْ عَبْدِيْ،
فَإِذَاقَالَ: إِيَّاكَ نَعْبُدُوَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ، قَالَ: هٰذَابَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ وَلِعَبْدِيْ مَاسَأَلَ،
فَإِذَا قَالَ: اِهْدِنَاالصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَاالضَّآلِّيْنَ، قَالَ: هٰذَالِعَبْدِيْ وَلِعَبْدِيْ مَاسَأَلَ
Aku telah membagi ash-shalat (surat al-Fâtihah) antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua macam, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.
Apabila hamba membaca ‘Segala puji hanya bagi Allâh, Rabb semesta Alam,’ maka Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’
Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ‘ maka Allâh berfirman , ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.
Jika ia mengucapkan, ‘Yang menguasai hari pembalasan, ‘ maka Allâh berfirman , ‘Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.
Jika ia mengucapkan, ‘Hanya kepada-Nya kami beribadah dan hanya kepada-Nya kami memohon, ‘ maka Allâh berfirman , ‘Inilah bagian bagi Diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku adalah apa yang diminta.
Dan jika ia mengucapkan, ‘Berilah petunjuk kepada kami atas jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah Engkau beri kenikmatn bagi yang mengikutinya, bukan jalan yang Engkau murkai dan bukan pula Engkau sesatkan, ‘ maka Allâh berfirman , ‘Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku adalah apa yang dimintanya. [HR. Muslim]
- Shalat merupakan taman berbagai ibadah. Di dalam taman itu terdapat tanaman-tanaman yang berpasangan nan indah (dzikir-dzikir yang indah). (Di dalam shalat ada:-red)
– Takbîr yang menjadi pembuka shalat
– Al-qiyâm (berdiri) yang pada saat itu seseorang yang sedang shalat membaca Kalâmullâh (al-Qur’ân)
– Rukû’. Saat ruku’ ini, seseorang yang sedang shalat mengagungkan Rabbnya
– I’tidâl (berdiri dari ruku’). Momen ini dipenuhi oleh orang yang sedang shalat dengan pujian kepada Allâh,
– Sujûd. Pada saat sujud, orang yang shalat bertasbîh (berdzikir dengan menyebut kemahasucian Allah k –red) yang Maha tinggi juga sembari berdo’a kepada-Nya
– Qu’ûd (duduk). Momen dipergunakan untuk berdo’a dan membaca tasyahhud.
– Salam, menjadi penutup rangkaian kegiatan dalam ibadah shalat.
- Shalat bisa membantu orang yang melaksanakannya dalam meraih perkara-perkara penting dan bisa mencegahnya dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, [Al-Baqarah/2:45]
Juga firman-Nya:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Bacalah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari al-Kitâb dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu bisa melarang dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. [Al-‘Ankabût/29:45]
- Shalat merupakan cahaya di dalam hati-hati kaum Mukminin dan juga cahaya saat kaum manusia dikumpulkan pada hari kiamat untuk mempertanggungjawabkan amal mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلاَةُ نُوْرٌ
Shalat adalah cahaya.[HR. Muslim]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ القِيَامَةِ
Barangsiapa menjaga shalatnya, maka shalat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. [HR. Ahmad dalam kitab Musnad, 2/169]
- Shalat merupakan (sumber) kebahagiaan jiwa-jiwa kaum Mukminin dan menjadi penyejuk pandangan (sumber ketenangan) mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جُعِلَتْ قُرُّةُ عَيْنِيْ فِى الصَّلاَةِ
Penyejuk mataku (penenang hatiku) ada pada shalat [HR. Ahmad dalam kitab Musnad, 3/199]
- Shalat adalah penyebab dihapusnya (dosa) kesalahan dan keburukan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيْهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟ قَالُوا: لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ. قَالَ: فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
Bagaimana menurut kalian apabila ada sungai di depan pintu salah seseorang di antara kalian, lalu ia mandi lima kali sehari di sungai tersebut, masihkah ada kotoran yang tersisa? Para Shahabat g menjawab, “Tidak akan ada kotoran yang tersisa.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Demikianlah perumpamaan shalat yang lima waktu. Allâh Azza wa Jalla menghapuskan (dosa-dosa) kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat-shalat itu [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَالَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
Shalat yang lima waktu dan shalat Jum’at sampai shalat Jum’at berikutnya sebagai penebus atau penghapus dosa-dosa yang ada di antaranya selama dosa-dosa besar dijauhi. [HR. Muslim]
- Shalat secara berjama’ah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian, sebagaimana diriwayatkan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata, “Barangsiapa ingin berjumpaan dengan Allâh Azza wa Jalla (pada hari kiamat) besok sebagai seorang Muslim, maka hendaknya dia menjaga shalat lima waktu di tempat yang dikumandangkan adzan untuk shalat lima waktu tersebut. Karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mensyariatkan kepada Nabi kalian Shallallahu ‘alaihi wa sallam jalan petunjuk, dan sesungguhnya shalat-shalat ini termasuk jalan petunjuk. Seandainya kalian melaksanakan shalat (lima waktu) di rumah kalian sebagaimana mutakhallif (orang yang meninggalkan shalat berjama’ah-red) melaksanakannya di rumah, berarti kalian telah meninggalkan petunjuk Nabi kalian Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kalian meninggalkan petunjuk Nabi kalian n maka sungguh kalian pasti akan tersesat (dari jalan Allâh Azza wa Jalla ). Tidak ada seorangpun yang bersuci dan menyempurnakan wudhunya, lalu dia pergi ke salah satu masjid dari masjid-masjid yang ada, kecuali Allâh akan menetapkan atau menuliskan baginya satu kebaikan pada setiap langkah kakinya, meninggikannya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan. Sungguh aku telah melihat (di jaman) kami, tidaklah ada yang meninggalkan shalat lima waktu (secara berjama’ah) kecuali orang munafik yang telah diketahui (diyakini) kemunafikannya. Dan sungguh seorang laki-laki (Muslim yang sedang sakit) dibawa (ke masjid) dengan dipapah dua orang laki-laki sampai ditegakkan di shaf. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
- Khusyu’ dalam shalat yaitu menghadirkan hati serta menjaga pelaksanaan shalat termasuk penyebab masuk surga. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ ﴿٣﴾ وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ ﴿٤﴾ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾ فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧﴾ وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ ﴿٨﴾ وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ ﴿٩﴾ أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ ﴿١٠﴾ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. [Al-Mukminûn/23:1-11]
- Ikhlas dalam shalat dan melaksanakannya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam as-Sunnah merupakan dua syarat mendasar diterimanya ibadah shalat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى
Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang hanyalah apa yang diniatkannya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Juga sebagaimana sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّى
Shalatlah kalian sebagimana kalian melihat aku shalat [HR. Al-Bukhâri]
(Selanjutnya beliau rahimahullah menjelaskan tata cara shalat, dimulai dari bersuci dari hadats dan najis sampai salam)