Sengketa Utang (Baca Sampai Selesai, Ada Kuis Berhadiah Menarik]
Bagaimana cara menyelesaikan sengketa utang. Si A mengaku bahwa si B punya punya utang ke dia. Tapi si B mengaku, tidak pernah utang ke A. Sementara keduanya tidak memiliki bukti.
Trim’s
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ketika terjadi perselisihan antara orang yang memberi utang (kreditur) dengan penerima utang (debitur) mengenai nilai utang maka yang dimenangkan adalah mereka yang memiliki bukti dan ada saksi.
Yang menjadi masalah adalah ketika keduanya tidak memiliki bukti maupun saksi.
Sebelumnya, kita akan mempelajari cara yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyelesaikan sengketa.
Dalam hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِى وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ
“Bukti itu menjadi tanggung jawab mudda’i dan sumpah menjadi pembela bagi mudda’a alaih.” (HR. Turmudzi 1391, Daruquthni 4358 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam sebuah sengketa, di sana ada 2 pihak,
[1] Pihak yang menuntut. Dialah yang mengajukan klaim. Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya denganmudda’i.
[2] Pihak yang dituntut. Dia yang diminta untuk memenuhi klaim. Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya dengan mudda’a alaih.
Kewajiban dan tanggung jawab masing-masing berbeda,
[1] Untuk pihak penuntut (mudda’i), dia diminta mendatangkan bukti atau saksi.
[2] Untuk pihak yang dituntut (mudda’a alaih), ada 2 kemungkinan posisi;
(1) Jika mudda’i bisa mendatangkan bukti yang bisa diterima, maka dia bertanggung jawab memenuhi tuntutannya.
(2) Sebaliknya, Jika mudda’i tidak bisa mendatangkan bukti yang dapat diterima, maka mudda’a alaih diminta untuk bersumpah dalam rangka membebaskan dirinya dari tuntutan. Jika dia bersumpah maka dia bebas tuntutan.
Selanjutnya, bagaimana cara menentukan mudda’i dan mudda’a alaih? Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada 2 kriteria yang terkenal, yang disampaikan al-Hafidz Ibnu Hajar,
واختلف الفقهاء في تعريف المدعي والمدعى عليه، والمشهور فيه تعريفان: الأول: المدعي من يخالف قوله الظاهر والمدعى عليه بخلافه، والثاني: من إذا سكت ترك وسكوته، والمدعى عليه من لا يخلى إذا سكت، والأول أشهر، والثاني أسلم…
Ulama berbeda pendapat mengenai batasan mudda’I dan mudda’a alaih. Yang masyhur, ada 2 pengertian,
[1] Mudda’i adalah orang yang keadaannya tidak sejalan dengan kondisi normal (yang dzahir). Sementara mudda’a alaih adalah kebalikannya.
[2] Mudda’i adalah orang yang ketika meninggalkan kasus dia dibebaskan. Sementara mudda’a ‘alaih adalah orang yang ketika diam meninggalkan kasus, tidak dibiarkan.
Kata Ibnu Hajar, “Yang pertama itu yang masyhur, sementara yang kedua yang lebih selamat…” (Fathul Bari, 5/283)
Kita terapkan dalam kasus sengketa utang,
Paijo mendatangi Paimen dan menuntut agar dibayarkan utangnya senilai 1 juta. Sementara Paimen merasa tidak ada utang 1 jt ke Paijo. Akhirnya mereka berselisih. Bagaimana cara penyelesaiannya?
Kita akan merunut sebagai berikut:
[1] Hukum asal manusia adalah tidak memiliki utang. Sehingga bebas utang adalah status normal manusia. ketika ada orang mengatakan, si A itu punya utang, berarti ini tidak sejalan kondisi normal.
[2] Ketika si X mengklaim bahwa si A memiliki utang kepadanya maka siapa yang ketika meninggalkan kasus dia bisa dilepaskan?
Jawabannya adalah si X. jika si X diam dan meninggalkan kasus sebelum diputuskan, orang tidak akan menuntutnya. Berbeda dengan si A. ketika si A meninggalkan kasus sebelum diputuskan, maka si X akan tetap menuntut, sehingga si A tidak bisa lepas.
Dari sini, kita bisa mengambil kesimpulan untuk kasus Paijo dan Paimen, siapa yang harus mendatangkan bukti dan siapa yang cukup mengingkari dengan sumpah. Penyelesaian sengketa,
[1] Kepada Paijo diminta untuk mendatangkan bukti bahwa Paimen pernah utang 1 juta kepadanya. Jika Paijo punya bukti yang bisa diterima, maka Paimen wajib bayar utang. Dalam hal ini, kasus dimenangkan Paijo.
[2] Jika Paijo tidak punya bukti maupun saksi, maka Paimen diminta bersumpah bahwa dirinya tidak pernah berutang ke Paijo. Jika Paimen bersumpah, maka dia tidak berkewajiban membayar utang 1 jt itu, dan dalam kasus in Paimen dimenangkan.
Kuis Berhadiah Menarik:
Kasus pertama,
Maridjan pernah utang 1 jt ke Ngatijan. Setelah selang beberapa tahun, Ngatijan nagih utang ke Maridjan, tapi dia merasa bahwa utang telah dilunasi. Sehingga Maridjan tidak mau bayar utang. Akhirnya mereka berselisih. Bagaimana cara menyelesaikannya?
Kasus kedua,
Tedi pernah utang ke Adi senilai 1 jt. Dan sudah pernah dicicil sekian ratus ribu. Selanjutnya terjadilah kelupan… selang setahun, Tedi membayar Rp 300 rb dan dia anggap sudah lunas. Tapi Adi menganggap cicilan masih kurang 200 rb. Sementara keduanya tidak memiliki bukti. Siapa yang harus dimenangkan?
Kasus ketiga,
Ngatiyem utang cicin bermata sekian gram ke Yanti. Selang beberapa tahun, Ngatiyem mengembalikan cincin itu, namun Yanti menolak. Alasannya, beratnya beda dan jumlah matanya beda. Sementara menurut Ngatiyem, itu sudah sama dengan yang dia bawa. Terjadilah sengketa, mana yang harus dimenangkan?
Ketiga kasus di atas kami sebagai kuis untuk para pembaca konsultasisyariah.com
Jawaban bisa dikirim via email ke alamat: kuis.konsultasisyariah@gmail.com
Dengan subjek email: Kuis Sengketa Utang
Jawaban terakhir kami terima selambat-lambatnya tanggal 2 September 2016.
Bagi pembaca yang mengirimkan 5 jawaban terbaik akan mendapatkan bingkisan dari yufid store berupa,
[1] Flashdisk video yufid TV
[2] Kaos yufid store
[3] Buku Pengantar Fiqh Jual Beli
* Total nilai sekitar Rp 400 rb
Demikian, semoga bermanfaat…