Jangan Halangi Terkabulnya Doa dengan Dosa dan Maksiat

Aug 12, 2016 Artikel, Nasehat Al-Quran dan As-Sunnah 0

Jangan Halangi Terkabulnya Doa dengan Dosa dan Maksiat

Jangan halangi terkabulnya doa dan harapan dengan dosa dan maksiat. Berikut ini nukilah beberapa kisahnya di masa lalu.

Oleh: Ustadz Abdullah Taslim, MA

Siapa pun ingin doa dan permohonannya dikabulkan oleh Allah. Apalagi Dia Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa telah menjanjikannya dalam firman-Nya, yang artinya: Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwa sesungguhnya Aku Maha Dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 186).

Namun kita sendiri yang menghalangi terkabulnya doa kita, dengan dosa dan maksiat yang kita lakukan, sebagaimana ucapan seorang ulama terdahulu, Yahya bin Mu’adz Ar-Razi: “Janganlah sekali-kali kamu merasa tidak dikabulkan (permohonanmu) ketika kamu berdoa (kepada Allah), karena sungguh kamu (sendiri) yang telah menutup pintu-pintu pengabulan (doamu) dengan dosa-dosamu.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 1154 dan dinukil Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal. 108)

Renungkanlah firman Allah tadi. Bukankah Dia menjanjikan pengabulan doa hamba-Nya yang selalu memenuhi perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan beriman kepada-Nya? Bagaimana mungkin Dia akan memenuhi permohonan dan doa orang-orang yang selalu menentang-Nya dengan perbuatan maksiat dan mengonsumsi harta haram? (Lihat kitab Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal. 107)

Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau  menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, tubuhnya penuh debu, ketika lelaki itu berdoa dengan mengangkat kedua tangannya ke langit dan menyebut nama Allah: “Wahai Rabb, Wahai Rabb …,” lalu beliau  bersabda: “(Sedangkan) laki-laki tersebut mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak halal, pakainnya pun tidak halal dan selalu diberi (makanan) yang tidak halal, maka bagaimana mungkin permohonannya akan dikabulkan (oleh Allah)?” (HR. Muslim No. 1015)

Dalam hadis tadi Rasulullah  menjelaskan bahwa orang itu sebenarnya telah menghimpun banyak sebab yang seharusnya memudahkan terkabulnya permohonan dan doanya. Akan tetapi karena perbutan maksiat yang dilakukan, terkabulnya doanya terhalangi (Lihat kitab Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal. 105-107).

Imam Ibnu Abi ad-Dunia menyebutkan beberapa ulama salaf yang terkenal dengan doa mereka yang mustajab (mudah dikabulkan Allah), yang mereka raih dengan taufik dari Allah, dengan ketekunan mereka beribadah serta kesungguhan mereka menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Mujabud da’wah, Ibnu Abid Dunya). Di antara mereka adalah imam Hasan Al-Bashri. Beliau adalah imam besar dari kalangan tabi’in, syaikhul Islam, dan sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lahir pada 22 H dan wafat pada 110 H (Lihat kitab Tadzkiratul Huffaz, 1/71 dan Taqriibut Tahdziib, hal. 160). Beliau pernah disusukan oleh Ummu Salamah Radliallahu ‘anha, istri Rasulullah dan pernah didoakan kebaikan oleh Umar bin Khattab agar diberi pemahaman dalam ilmu agama dan dicintai manusia (Dinukil Al-Mizzi dalam kitab Tahdziibul Kamaal (6/104).

Gambaran kesungguhan beliau menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya seperti dikatakan Khalid bin Shafwan al-Bashri: “Beliau (Hasan Al-Bashri) adalah orang yang paling sesuai antara apa yang disembunyikan dan ditampakkannya, paling sesuai antara ucapan dan perbuatannya. Kalau beliau duduk di atas suatu urusan, maka beliau pun berdiri di atas urusan yang sama. Jika beliau memerintahkan suatu perkara (dalam agama), maka beliaulah yang pertama kali melakukannya. Dan jika melarang dari sesuatu, maka beliaulah yang pertama kali meninggalkannya  … (Siyaru A’laamin Nubala’, Ad-Dzahabi, (2/576).

Imam Ibnu Abid Dunya menukil sebuah kisah tentang mustajabnya doa imam Hasan Al-Bashri: Ada seorang laki-laki pengikut kelompok Khawaarij selalu mendatangi majelis (tempat pengajian) Imam Hasan Al-Bashri dan selalu mengganggu/menyakiti beliau serta murid-murid beliau. Ada yang menyarankan kepada Hasan Al-Bashri: “Wahai Abu Sa’id (panggilan Hasan Al-Bashri), apakah tidak (lebih baik) engkau menyampaikan (masalah ini) kepada pihak pemerintah supaya orang itu bisa disingkirkan dari (majelis) kita?”Akan tetapi Hasan al-Bashri diam (tidak menanggapi usulan itu). Suatu hari orang itu datang lagi, ketika Hasan Al-Bashri duduk bersama murid-murid beliau. Tatkala Hasan Al-Bashri melihat orang itu, beliau berdoa: “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Mengetahui kelakuan buruk orang ini terhadap kami, maka cukupkanlah (lindungilah) kami dari orang itu dengan perlindungan yang sesuai dengan kehendak-Mu”. Sungguh, orang itu langsung jatuh tersungkur. Dia digotong ke rumahnya dalam keadaan telah mati di atas tempat tidur. Setelah itu, al-Hasan al-Bashri selalu menangis jika teringat orang itu (Mujabud Da’wah, hal. 128).

Demikianlah, semoga nasihat dan kisah tadi bermanfaat.***

Akhirnya:

Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka (jawablah) bahwa sesungguhnya Aku Maha Dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *