Mari sejenak kita mulai menghitung, berapa waktu yang kita butuhkan untuk membaca berita. Di kantor kita buka facebook untuk baca berita. Kita buka twitter juga kebanyakan demi berita. Belum lagi kita buka situs-situs khusus tentang berita, kita buka situs A, situs B dan seterusnya. Itu kita lakukan setiap hari dan kita tidak pernah merasa bosan.
Ketika di rumah kita hampir tidak pernah absen membuka berita di televisi terutama anda yang punya televisi. Kita dengarkan dengan tenang setiap kata demi kata para reporter, kita perhatikan. Bahkan ketika iklan sekalipun kita begitu sabar untuk menunggunya. Tidak puas dengan itu kita masih beli koran, kita masih beli tabloid, majalah, semuanya demi berita.
Singkat kata, di benak kita penuh berjubel dengan berita. Kita begitu terbuka dengan berita. Memang tidak salah orang membaca berita. Sekalipun tidak bisa dibenarkan ketika hidupnya hanya dijejali dengan berita. Barangkali sudah menjadi tabi’at manusia zaman sekarang. Mereka begitu haus dengan yang namanya berita, sehari tanpa mendengar berita serasa ada bagian hidup yang kurang.
Saya kira kita semua mengakui itu. Saatnya kita perlu jujur bukankah berita itu akan menambah beban fikiran kita? Mungkin sebelum membaca berita fikiran kita tenang, seusai baca berita ada pihak yang mungkin merasa dirugikan, kemudian kita jadi geram atau kita jadi sedih. Atau mungkin sebaliknya kita malah senang.
Saatnya kita juga perlu jujur, “Apakah semua berita kita butuhkan?”
Sebaliknya, mungkin seisi situs berita, kita sama sekali tidak memiliki kepentingan dengannya. Ketika anda menonton acara berita di televisi selama setengah jam, saya jamin, tidak ada satupun yang ada kaitannya dengan kita. Namun hebatnya kita begitu haus dan sangat terbuka menerima berita.
Coba kita bayangkan, andai intensitas dan perhatian kita terhadap berita itu kita ganti dengan belajar ilmu agama atau kita ganti dengan membaca al-qur’an. Di kantor, di sela-sela kerja, kita buka al-qur’an. Main internet, kita tidak lupa membuka situs nasihat atau artikel islam, kita putar video tausiyyah atau kajian. Di kendaraan, di rumah kita putar kajian, kita dengarkan murottal.
Kita berupaya lebih sering untuk membaca al-qur’an atau buka buku agama ketimbang membaca berita. Saya yakin kita semua mengakui bahwa ilmu lebih bermanfa’at dari pada berita. Ilmu tentang agama lebih kita butuhkan dari pada berita yang kita terima, namun bisakah kita menjadi orang yang lebih haus ilmu dari pada berita.
Ada satu perkataan Imam Ahmad yang mungkin layak kita renungkan, beliau mengatakan:
الناس إلى العلم أحوج منهم إلى الطعام
“Manusia lebih butuh terhadap ilmu dari pada makanan”.
والشراب
“demikian pula minuman”.
لأن الرجل يحتاج إلى الطعام والشراب في اليوم مرة أو مرتين
“Karena yang namanya manusia, dia butuh makanan atau minuman dalam sehari sekali atau dua kali”.
وحاجته إلى العلم بعدد أنفاسه
“Namun kebutuhan kita kalau kita sadar kebutuhan kita terhadap ilmu itu sepanjang nafas karena kita butuh aturan dari Allah