Nafkah terhadap Ayah, Anak dan Kerabat
Memberi nafkah terhadap kedua orang tua dan keatasnya merupakan sebuah kewajiban, juga termasuk yang memiliki ikatan rahim bersama mereka, ibu lebih diutamakan dari ayah dalam permasalahan bakti serta nafkah, hal ini diwajibkan atas anak serta keturunannya, bahkan juga termasuk dari mereka yang memiliki ikatan rahim dengannya, apabila pemberi nafkah seorang kaya sedangkan penerimanya orang fakir. Seorang ayah memiliki kewajiban penuh untuk menafkahi anaknya.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Allah berfirman: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi dia yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf ..” (Al-Baqarah: 233)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ؟ قَالَ: أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوْكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ (متفق عليه)
Berkata Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: bertanya seseorang: ya Rasulullah siapakah yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Beliau menjawab: “Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian orang terdekat denganmu” Muttafaq Alaihi[1].
– Nafkah diwajibkan bagi dia yang menjadi ahli waris bagi pemberi nafkah, baik itu dengan fardhu ataupun ashobah.
– Kewajiban memberi nafkah terhadap kerabat selain orang tua dan keturunan dengan syarat, bahwa orang yang memberi nafkah sebagai ahli waris penerimanya, dia haruslah seorang miskin dan pemberinya seorang berkecukupan, juga tidak adanya perbedaan dalam agama.
– Wajib bagi seorang tuan untuk menafkahi budaknya, jika meminta dia harus menikahkan atau menjualnya. Apabila budak yang dia miliki seorang wanita, maka tuannya tersebut harus memilih antara menyetubuhi, menikahkan atau menjualnya.
– Nafkah juga diwajibkan terhadap apa yang dimiliki umat manusia dari binatang ternak, burung ataupun lainnya, dia harus diberi makan dan minum yang pantas, tidak dibebani melebihi kemampuannya, jika dia tidak mampu memberinya makan maka dia dipaksa untuk menjual, menyewakan atau menyembelihnya, kalau seandainya dia itu binatang yang bisa dimakan, pemilik tidak boleh menyembelih hanya karena untuk berlepas diri darinya, seperti karena sakit, telah tua ataupun lainnya, dia wajib untuk melakukan apa yang menjadi kewajibannya.
Keadaan orang yang berinfak:
Apabila orang yang berinfak itu seorang yang hanya memiliki sedikit harta, maka yang harus dilakukan adalah memberikan nafkah kepada orang yang menjadi kewajibannya dari isteri, keturunan, orang tua dan budak yang dimilikinya. Pertama-tama hendaklah dia memulai dengan dirinya sendiri, kemudian barulah dia yang menjadi tanggung jawabnya untuk dinafkahi, baik itu dalam keadaan lapang ataupun sulit, mereka adalah: isteri, budak miliknya dan binatang ternak.
Kemudian dia yang menjadi kewajibannya untuk dinafkahi, walaupun tidak mewarisi dari orang tua, seperti ibu dan ayah, juga keturunan seperti anak, kemudian kearah samping, jika dia termasuk yang menjadi ahli warisnya, baik dengan fardhu ataupun ashobah. Sedangkan jika orang yang berinfak itu seorang kaya, hendaklah dia mengeluarkan infak terhadap seluruhnya.
Muttafaq Alaihi, rieayat Bukhori no (5971) dan Muslim no (2548), lafadz ini darinya. [1]