Allah ta’ala berfirman:
وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ (20) اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ (21)
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Yasin: 20-21).
Faedah ayat:
(1) Hendaknya seseorang bersemangat dalam menyampaikan kebaikan dan berdakwah untuk kebaikan umat, meskipun dakwah ke tempat yang jauh. Oleh karena itu disebutkan dalam ayat ini:
وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota”
Ini menunjukkan bahwa dia datang dari tempat jauh.
(2) Jangan suka menunda-nunda untuk memberi nasehat dan menyampaikan kebenaran pada saat yang diperlukan. Oleh karena itu Allah sebutkan keadaan laki-laki itu dari ujung kota dengan (يَسعى) yaitu bersegera.
(3) Boleh seseorang memberi peringatan tanpa ada mukaddimah terlebih dulu. Hal ini dilakukan oleh laki-laki tersebut dengan mengatakan:
يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِين
“Hai kaumku ikutilah para rasul itu“.
(4) Dakwah dibangun diatas lemah lembut. Ini diambil dari perkataan laki-laki tersebut:
يَا قَوْمِ
“Hai kaumku”
(5) Para rasul tidak mengharapkan imbalan atau upah dari kaumnya atas dakwah mereka.
اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”
(6) Sebagian ulama’ berdalil dengan ayat ini bahwa tidak boleh mengambil upah atau imbalan dari mengajarkan Al Qur’an dan ilmu agama.
Terkait masalah hukum mengambil upah dari mengajarkan Al Qur’an, ilmu agama dan semisalnya, ada dua hal yang perlu diketahui.
Pertama: Para ulama’ sepakat bolehnya mengambil upah/imbalan mengajarkan Al Qur’an dan ilmu agama dari baitul mal (negara).
Kedua: Para ulama’ berselisih pendapat tentang hukum upah yang ditentukan diawal bagi orang yang mengajarkan Al Qur’an atau ilmu agama kepada orang lain:
Pendapat pertama: Haram mengambil upah mengajarkan Al Qur’an dan ilmu agama. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan Hanabilah. Diantara dalil yang digunakan adalah ayat diatas.
Pendapat kedua: Halal mengambil upah dari mengajarkan Al Qur’an dan ilmu agama. Ini adalah pendapat Malikiyah dan Syafi’iyah. Diantara dalil yang mereka gunakan adalah sabda Nabi:
إِنَّ أحقَّ مَا أَخَذْتُم عَلَيْهِ أَجْراً كِتَابُ الله
“Sesungguhnya yang paling layak untuk diambil upahnya oleh kalian adalah mengajarkan Al Qur’an” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah dalam syarah shahih muslim membuat judul bab:
باب جواز أخذ الأجرة على الرقية بالقرآن والأذكار
“Bab bolehnya mengambil upah dari rukyah dengan Al Qur’an dan zikir“.
Pendapat ini juga dipilih oleh Al Lajnah Ad Daimah.
Pendapat ketiga: Diperbolehkan mengambil upah dari mengajarkan Al Qur’an atau ilmu agama jika ada kebutuhan. Jika kebutuhan orang yang mengajarkan Al Qur’an dan ilmu agama sudah tercukupi maka hendaknya tidak mengambil upah.
Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithy rahimahumullah, dan insyaAllah pendapat ini adalah jalan tengah dari dua pendapat sebelumnya.
(7) Orang yang layak untuk kita ikuti adalah orang yang berada diatas petunjuk dan ikhlas dalam dakwahya.
Wallahua’lam