Kisah Nyata
Suatu ketika seorang ibu melihat anak kecil yang qodarulloh terkena sakit kulit, dia pun turut prihatin dan sempat terbesit dalam hatinya, “Anakku sehat, tak tertimpa penyakit kulit seperti anak itu”. Tak berapa lama qodarulloh anak yang tadinya sehat terkena penyakit kulit sebagaimana yang diderita anak tadi. Dan dari kisah itu kini sang ibu merasa bahwa musibah bisa menimpa siapa saja, jangan merasa aman serta pede ketika Allah memberikan kebahagiaan hingga manusia sering lupa untuk bersyukur pada-Nya.
Cerita kedua tentang seorang ibu yang melihat tetangganya membuang sampah sembarangan, dia sempat berpikir negatif, “Buang sampah kok tak ditempatnya!”, ketika itu ia mencoba mengemukakan alasan atau udzur, “ Ah, barangkali ia lagi capek hingga pikirannya tak konsentrsi atau lagi banyak masalah!”. Berapa menit kemudian anaknya sendiri tengah asyik menikmati es krim, tiba-tiba es itu jatuh berhamburan, berceceran di tanah, sehingga persis seperti kasus tetangga tadi yang buang sampah sembarangan. Padahal ungkapan negatif itu tak terucap hanya terlintas di hatinya saja.
Peristiwa selanjutnya…. suatu saat lewat di hadapan seorang wanita, pengendara motor yang ternyata tak pakai kaos kaki padahal dia berbusana muslimah yang lebar. “ Pergi keluar kok gak pakai kaos kaki!”, hal ini hanya terbetik dalam hatinya. Tak lama kemudian anaknya sendiri merengek dan memaksa keras sang ibu untuk membelikan jajan yang kebetulan tokonya jauh. Akhirnya mereka mengendarai motor dengan tanpa kaos kaki juga. Betapa kejadian yang sangat mirip.
Cerita terakhir ini dialami seorang bapak yang mengalami kejadian sama hanya waktunya yang berbeda, singkat cerita, melihat orang lain kena musibah, ban motornya bocor dijalan. Dia bergumam, “Wah, kasihan dia!” (tanpa diselingi do’a). Tak berselang lama ban motornya sendiri bocor.
Refleksi
Apa yang terlintas dalam benak anda saat membaca kisah diatas ? Mungkin ada yang beranggapan “Ah itu hanya cerita klasik, biasa-biasa saja dan hal seperti itu sering terjadi, tak ada yang istimewa!”. Namun akan berbeda ketika anda melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, yakni dari sisi ajaran agama Islam. Sesuatu yang nampaknya sepele, namun bisa jadi ketika semua peristiwa dikaitkan dengan Islam akan ada nuansa ruhnya yang kuat, seperti berempati atau mencintai saudaranya, mendo’akan kebaikan, dan niscaya anda akan menuai kebahagiaan pula.
Bisikan dan pikiran negatif anda kepada orang lain seringkali akan menimpa anda sendiri. Ketika anda menghindari pikiran-pikiran negatif, anda sendiri akan merasakan manfaatnya, seperti terhindar dari dosa ghibah, misalnya. Pikiran dan hati anda akan sehat, karena pikiran negatif ibarat racun, bisa merusak stabilitas kesehatan hati, dan menghindari dari ’ujub, karena tak ada manusia yang tanpa cela.
Dan do’a kita untuk sesama muslim adalah ibadah, mendoakan orang lain sama dengan mendoakan diri sendiri, sedangkan sebagian dari prasangka itu adalah dosa.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits qudsi (artinya) :
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Aku sesuai dengan sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Al-Hasan Al-Bashri berkata : “ Sesungguhnya orang mukmin adalah orang yang berbaik sangka pada Rabbnya dan yang baik amalnya, sedangkan orang yang keji ialah orang yang berburuk sangka terhadap Robbnya dan buruk pula amalnya”. ( Disadur dari buku Noktah-noktah Dosa, Ibnul Qayyim).
Maka ketika anda melihat sesuatu yang menyenangkan dan anda berharap tak mengalami kejadian buruk, maka ucapkanlah do’a :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَا فَا نِيْ مِمَّا ابْتَلَا كَ بِهِ وَفَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً
“ Segala puji bagi Allah yang menyelamatkan aku dari sesuatu yang Allah memberi cobaan kepadamu. Dan Allah telah memberi kemuliaan kepadaku, melebihi banyak orang”. ( HR. At – Tirmidzi : 5/494, 5/493, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah )
Do’a memiliki kekuatan luar biasa yang terkadang membuat sesuatu kelihatannya mustahil, namun ketika Allah menghendakinya tak ada yang bisa menolaknya, itulah kekuasaan Allah. Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu pernah memohon pertolongan dengan do’a untuk menghadapi musuhnya, dan beliau menganggap do’a ini merupakan pasukan perangnya yang paling besar. Beliau pernah berkata kepada para sahabat, “ Kalian tidak mendapat pertolongan karena jumlah yang banyak, tetapi kalian mendapat pertolongan dari (Allah yang di) atas langit ”.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186 :
وَإٍذَاسَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka ( jawablah ), bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku.”