Para ulama berbeda pendapat, kapan dimulai takbir pada hari raya ‘iedul fithri?

Sebagian ulama berpendapat bahwa takbir dimulai dari sempurnanya jumlah bulan ramadlan, baik dengan melihat hilal, atau
menyempurnakan jumlah bulan, sampai imam keluar menuju shalat, dan ini adalah pendapat imam Asy Syafi’i dan lainnya, beliau berkata dalam kitab Al Umm :
“Apabila mereka telah melihat hilal, aku suka agar manusia bertakbir, baik secara berjama’ah maupun sendiri-sendiri, di
masjid, di pasar, di jalan-jalan, di rumah, baik musafir atau muqim, di setiap keadaan dan di mana saja, dan mereka mengeraskan takbirnya, dan mereka terus bertakbir sampai menuju tempat shalat, sampai keluarnya imam untuk takbir, kemudian berhenti bertakbir”.

Dan pendapat ini di rajihkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau berkata:
“Dan takbir (‘iedul fithr) dimulai dari
semenjak terlihatnya hilal, dan diakhiri dengan selesainya (shalat) ‘ied, yaitu selesainya imam dari khutbah atas pendapat yang shahih.”

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون
“dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185).

Imam Al Mawardi berkata:
“Allah memerintahkan bertakbir setelah
menyempurnakan puasa, dan itu terjadi ketika matahari tenggelam di malam satu syawwal, maka ini berkonsekwensi bahwa awal waktu takbir adalah di malam tersebut”.

Sementara imam Malik, imam Ahmad, Al Auza’i dan Ishaq berpendapat bahwa takbir ‘iedul fithri dimulai di pagi hari ‘iedul fithr, mereka
berhujjah dengan hadits ibnu Umar radliyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar di dua ‘ied bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, Abdullah bin Abbas, Al ‘Abbas, Ali,
Ja’far, Al Hasan dan Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah dan Aiman bin Ummi Aiman dengan mengeraskan suara mengucapkan tahlil dan takbir, beliau mengambil jalan Al Haddadin hingga sampai lapangan tempat shalat, apabila telah selesai beliau kembali dari jalan Al hadzain hingga sampai rumahnya”. (HR ibnu Khuzaimah).

Namun di dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah yang bernama
Abdullah bin Umar al ‘Umari, akan tetapi hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Bani rahimahullah, karena dikuatkan oleh mursal Az
Zuhri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar pada hari ‘iedul fithri bertakbir sampai mendatangi tempat shalat dan sampai
selesai shalat, apabila telah selesai shalat, beliau menghentikan takbir. Dikeluarkan oleh ibnu Abi Syaibah (no 5620).

Namun bila kita perhatikan, mursal Az Zuhri ini tidak dapat menguatkan riwayat diatas, karena ia berasal dari periwayatan ibnu Abi Dziib dari Az Zuhri, Yahya bin ma’in menganggapnya lemah, beliau berkata:
“Mereka melemahkan dia (ibnu Abi Dziib) dalam riwayatnya dari Az Zuhri”. (Syarah ‘ilal at Tirmidzi 2/673).

Dan yang menunjukkan kelemahannya juga, hadits ini diriwayatkan dengan wajah yang berbeda, terkadang di marfu’kan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terkadang dinisbatkan kepada orang-orang, dan terkadang dinisbatkan kepada perkataan az Zuhri, sehingga terjadi keguncangan.  Sebagaimana yang dinyatakan oleh syaikh Abul Hasan Al Maribi.

Jadi, dalil pendapat ini juga lemah, tidak bisa dijadikan hujjah.

Namun bila kita melihat dari praktek salafushalih dalam riwayat-riwayat yang shahih, menunjukkan bahwa mereka memulai takbir dari semenjak keluar rumah sampai selesai shalat, seperti atsar ibnu Umar. Dan ini yang penulis condong kepadanya, namun kita pun tidak menganggap sesat orang yang melakukan takbir di malam hari, karena
tidak adanya nash dalam masalah ini.

Wallahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *