Jika pemerintah suatu negara menetapkan masuk dan berkhirnya Ramadhan dengan hisab astronomis, maka kita tidak mengikuti pemerintah negara tersebut. Karena menyelisihi nash dan ijma’ ulama, bahwa dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan adalah dengan ru’yah hilal. Solusinya adalah mengikuti badan atau lembaga yang berpatokan dengan ru’yah hilal di negara itu, jika memungkinkan. Jika tidak, maka mengikuti negara terdekat yang menggunakan ru’yah hilal. Sebagaimana dijelaskan dalam fatwa berikut ini.

Soal:

Kami tinggal di Turki sejak satu setengah tahun. Akan tetapi, sebagaimana telah diketahui bahwa masyarakat Turki berpuasa berdasarkan hisab falaki (sistem penanggalan astronomi) dan mereka tidak berpatokan pada ru’yah syar’i dan mereka telah menetapkan bahwa Ramadhan jatuh pada hari Kamis. Apakah kami mengikuti departemen agama Turki dan ikut berpuasa bersama mereka sebagaimana kami lakukan pada tahun lalu, ataukah kami berpuasa mengikuti negara Haramain (Arab Saudi) yang berpatokan dengan ru’yah syar’iyah?

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjawab:

Alhamdulillah,

Tidak diperbolehkan berpatokan dengan hisab falak (sistem penanggalan astronomi) dalam ruk’ah hilal. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

ذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى الرُّجُوعِ إِلَى أَهْلِ التَّسْيِيرِ – يعني تسيير النجوم – فِي ذَلِكَ، وَهُمُ الرَّوَافِضُ، وَنُقِلَ عَنْ بَعْضِ الْفُقَهَاءِ مُوَافَقَتُهُمْ، قَالَ الْبَاجِيُّ: وَإِجْمَاعُ السَّلَفِ الصَّالح حجَّة عَلَيْهِم،. وَقَالَ ابن بَزِيزَةَ: وَهُوَ مَذْهَبٌ بَاطِلٌ

“Sebagian orang ada yang berpatokan kepada ilmu astronomi, mereka adalah kaum rafidhah (syiah), dinukilkan bahwa sebagian ahli fikih menyetujui pendapat mereka. Al-Baji berkata, “Ijma’ salafushalih adalah hujjah yang membantah mereka.” Sedangkan Ibnu Bazizah berkata, “Itu adalah mazhab yang batil.” (Fathul Bari, 4/127).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

مَنْ قَالَ بِحِسَابِ الْمَنَازِلِ فَقَوْلُهُ مَرْدُودٌ بِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّحِيحَيْنِ ( إنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَحْسِبُ وَلَا نَكْتُبُ، الشَّهْرُ هكذا وهكذ ) الْحَدِيثَ… فَالصَّوَابُ ما قاله الْجُمْهُورُ وَمَا سِوَاهُ فَاسِدٌ مَرْدُودٌ بِصَرَائِحِ الْأَحَادِيثِ

“Siapa yang berkata (patokannya) adalah pada hisab astronomi maka pendapatkan tertolak dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam dua kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Muslim),“Kami adalah kaum yang ummiy, tidak dapat berhitung dan menulis, bulan itu begini dan begini….” (al-hadits), Yang benar adalah pendapat jumhur ulama (dengan ru’yah hilal) sedangkan selainnya salah dan tertolak berdasarkan hadits-hadits yang sharih.” (Al-Majmu, 6/270).

Ulama dalam Lajnah Daimah Lil Ifta (Semacam MUI di Saudi) berkata,

يجب على المسلمين المصير إلى ما شرعه الله لهم على لسان رسوله صلى الله عليه وسلم من التعويل في الصوم والإفطار على رؤية الهلال ، وهو كالإجماع من أهل العلم، ومن خالف في ذلك وعول على حساب النجوم : فقوله شاذ لا يعول عليه

“Wajib bagi kaum muslimin berpegang berdasarkan syariat yang Allah tetapkan melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam dalam masalah mulai puasa (Ramadhan) dan berbuka (akhir Ramadhan) dengan melakukan ruk’ah hilal. Ini adalah ijma’ ulama, siapa yang bertentangan dan berpatokan dengan astronomi, maka pendapatnya syadz (nyeleneh), tidak teranggap” (Fatwa Lajnah Daimah, 10/107).

Jika seorang muslim berada di negeri yang berpedoman dengan hisab falaki dalam masalah ru’yatul hilal, maka pendapat mereka tidak dapat dijadikan patokan, karena bertentangan dengan nash dan ijma’.

نُقل عن ابن نافع عن مالك في الإمام الذي يعتمد الحساب: أنه لا يقتدى به ولا يتبع . وحكى سند شارح المدونة الإجماع على ذلك، قال السبكي في رسالته العلم المنشور: قال عدد من المالكية: لو كان الإمام يرى الحساب في الهلال ، فأثبت به لم يتبع لإجماع السلف على خلافه

“Dinukil dari Ibnu Nafi’ dari Malik terkait dengan ulama yang berpatokan pada hisab, bahwa ulama seperti itu tidak boleh diikuti. Sindi (pensyarah kitab Al-Mudawwanah) menyebutkan hal itu merupakan ijmak. As-Subki dalam Risalah Al-Ilmi Al-Mansyur berkata, “Sejumlah ulama dari kalangan mazhab Maliki berkata, ‘Seandainya ada seorang ulama berpendapat dengan hisab dalam masalah hilal dan dia menetapkanya, maka dia tidak boleh diikuti karena ijma’ salaf bertentangan dengannya” (Majalah Majma Al-Fiqhul Al-Islamy, 3/430, berdasarkan penomoran Maktabah Syamilah).

Dalam kondisi ini, anda dapat berpatokan dengan ru’yah hilal di negeri anda apabila ada, walaupun dilakukan oleh lembaga atau pusat kajian Islam di negeri anda -jika memungkinkan-. Atau berpatokan dengan sebagian negeri yang menetapkan dengan ru’yatul hilal, seperti negara haramain (Arab Saudi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *